SKK Migas Harus Serius Awasi Komitmen TKDN oleh Pelaksana EPC Proyek Gas Senoro Selatan
ENERGYWORLD.CO.ID – Di saat mayoritas masyarakat lagi prihatin terhadap banjirnya pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh beberapa industri manukfaktur dalam negeri yang terpaksa harus gulung tikar akibat abainya Pemerintah serius mencegah derasnya impor barang industri dari luar negeri, patut disesalkan.
Meskipun banyak aturan telah dibuat berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri dengan turunannya untuk mencegahnya, ternyata lemahnya pengawasan dan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap komitmen TKDN tersebut telah menyebabkan praktek impor tersebut masih subur terjadi hingga saat ini.
Untuk semua proyek di hulu Migas, peran maksimal SKK Migas dan Ditjen Migas Kementerian ESDM sangat dibutuhkan sebagai garda terdepan dan benteng terakhir untuk memastikan komitmen TKDN pada infrastruktur hulu migas.
Jadi, jika lifting migas nasional melorot terus, janganlah komitmen TKDN industri hulu migas nasional ikut melorot juga. Apalagi, diduga ada kepentingan asing agar negara kita tergantung impor terus.
Demikian diutarakan Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Hengki Seprihadi, Sabtu (14/9/2024) di Pekanbaru.
“Padahal, sejak tahun 2018 Kementerian Keuangan telah menertibkan rencana impor barang (RIB) untuk industri migas. Saat itu, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan kepada media bahwa penertiban RIB akan dilakukan oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu yang akan berkerja sama dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM, tetapi kami pun tidak tau apa progresnya hingga saat ini,” lanjut Hengki.
Sebab, kata Hengki, ternyata ada siasat yang dilakukan oleh importir nakal untuk menghindari larangan impor tersebut dengan menggunakan pabrik yang punya workshop di Kawasan Berikat.
“Jadi importir nakal ini bisa mengeluarkan produk-produk impor dari Kawasan Berikat lantaran mereka bisa impor langsung tanpa harus minta Pertimbangan Teknis (Pertek) ke Kementerian Perindustrian untuk bisa mendapat rekomendasi impor ke Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan,” beber Hengki.
Hengki mengutarakan, harusnya semua pihak punya tanggungjawab bersama untuk mencegah banjirnya produk impor kebutuhan sektor migas yang sudah bisa diproduksi dengan kualitas yang bagus, khususnya untuk melindungi industri jasa penunjang migas dalam negeri bisa terus berproduksi.
“Sebab, berdasarkan informasi terbaru yang kami peroleh bahwa industri jasa penunjang hulu migas juga akan mengalami nasib yang sama dengan industri lainnya yang sudah duluan bangkrut,” kata Hengki.
Meskipun SKK Migas telah menetapkan aturan berupa Pedoman Tata Kerja untuk memastikan komitmen TKDN pada industri hulu migas yang dioperatori Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), khususnya kontrak dengan skema cost recovery, ternyata dugaan pelanggaran terhadap komitmen TKDN masih saja terjadi.
“Sebagai contoh kecil, diduga adanya upaya kontrakror EPC di Medco Tomori, yaitu konsorsium PT Timas Suplindo dengan PT Pratiwi Putri Sulung (KSO Timas-Pratiwi) dengan mengundang vendor yang akan melakukan impor komponen untuk memenuhi kebutuhan proyek tersebut, jika benar informasi tersebut seyogyanya langkah itu harus segera dicegah,” ungkap Hengki.
Hengki membeberkan, diketahui konsorsium Timas Suplindo dengan Pratiwi Putri Sulung telah menanda tangani kontrak EPC dengan JOB Pertamina-Medco E&P Sulawesi Tengah untuk pengembangan lapangan gas Senoro Selatan pada 26 Februari 2024. Rencananya proyek gas Senoro Selatan diperkirakan akan onstream pada akhir tahun 2025.
Padahal, kata Hengki, kegiatan impor itu jelas melanggar komitmen TKDN sesuai PTK 07 revisi ke 05 yang tegas menyatakan, “Dalam rangka memastikan penggunaan produk dalam negeri oleh Pelaksana kontrak KKKS Cost Recovery melakukan pengawasan pada tahap pelaksanaan kontrak dengan cara melakukan verifikasi untuk memenuhi kewajiban capaian TKDN dan penggunaan produk dalam negeri”.
“Termasuk sanksi ringan sampai sanksi daftar hitam alias black list terhadap rekanan tersebut. Namun jika tetap berani melanggarnya patut diduga ada backing kuat di belakangnya yang berani melawan negara,” pungkas Hengki.**