BBM DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Oleh : Girarda
Alumni YISC Al Azhar
Tak sengaja dengar obrolan warung kopi. Sekarang beli susu anak saja susah, katanya. Salah satu penyebabnya adalah harga BBM, kata yang lain. Kok bisa? Coba lihat harga BBM subsidi, 10 tahun terakhir lebih mahal sekitar 50% untuk premium yang menghilang diganti pertalite, dan sekitar 20% untuk solar. Solar di lapangan prakteknya banyak hambatan mendapat solar subsidi, sehingga bila terpaksa beli Dexlite harganya sekitar 200% dari solar standar 10 tahun yang lalu.
Kenaikan harga BBM suka tidak suka menyebabkan harga barang naik. Apakah selama 10 tahun terakhir pendapatan rakyat naik? Kebanyakan akan menjawab tidak. Bahkan ada yang PHK.
BBM merupakan kebutuhan vital rakyat. Transportasi, industri, pertanian, rumah tangga semuanya memerlukan BBM. Tersedianya BBM yang murah dan tidak fluktuatif sangatlah diharapkan. Para pelaku ekonomi akan dimudahkan dalam merancang dan melaksanakan kegiatannya, sehingga bisa menyediakan produk yang kompetitif, ujungnya rakyat diuntungkan.
Kenaikan harga BBM karena subsidi membebani anggaran negara rasanya perlu dipertimbangkan dengan dampak luasnya. Harga harga barang naik pendapatan rakyat tetap, berakibat daya beli menurun. Bila masif ekonomi jadi lesu, yang dikonfirmasi sebagai deflasi.
Ketersediaan BBM sebagai energy perlu akomodir jenis energy yang lain. Misal baterai, nitrogen, gas alam, etanol, matahari dan angin. Sebagai negara agraris Indonesia berpeluang untuk menjadi produsen utama etanol sebagai biofuel yang saat ini 80% pasokan dunia dari Amerika Serikat dan Brazil. Perlu ada kelonggaran aturan agar rakyat bisa produksi energy alternatif.
Penyediaan BBM / energy yang murah dan tidak fluktuatif sangat penting sebagai pondasi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapainya merupakan tugas pemerintah yang mempunyai kekuasaan dengan segala organnya.
