Indonesia Semoga Tak Ada Ruang Politik Gelap?
CATATAN AENDRA MEDITA , Analis & Strategi, Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI).
Istilah “politik gelap” mengacu pada sisi gelap dari praktik politik, meliputi strategi manipulasi, propaganda, korupsi, hingga penggunaan kekuasaan secara licik demi mencapai tujuan tertentu. Sifatnya (keras kepala atau kukuh) dalam konteks ini bisa diartikan sebagai ada keteguhan aktor politik dalam mempertahankan praktik-praktik tersebut, meskipun melibatkan risiko moral, sosial, atau bahkan hukum.
Manipulasi Informasi
Aktor politik dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau menciptakan narasi palsu (disinformasi) untuk mempengaruhi opini publik. Media sosial sering kali menjadi alat utama. Koalisi Rahasia atau persekongkolan dengan pihak lain di balik layar untuk memperkuat dominasi politik atau menjatuhkan lawan tanpa diungkapkan ke publik.
Eksploitasi Kelemahan Sistem, yang menggunakan celah hukum atau kelemahan institusi demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan, seperti melalui praktik, pembelian suara, atau pelemahan oposisi.
Politik Ketakutan (Politics of Fear) adalah yang dimanfaatkan isu-isu sensitif seperti agama, etnis, atau keamanan untuk menciptakan ketakutan sehingga masyarakat bergantung pada pemimpin atau kelompok tertentu. dan ini sering terjadi. Adanya Pembungkaman dan Represi yang menggunakan kekuatan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membungkam kritik, termasuk melalui ancaman, intimidasi, atau kriminalisasi.
Itulah kiranya sikap Dark Politics ini dalam konteks ini menggambarkan tokoh atau kelompok politik yang tidak gentar akan kritik atau perlawanan. Mereka beroperasi dengan keyakinan penuh bahwa tujuan akhir (end goal) lebih penting daripada cara mencapainya (the end menghalalkan cara). Dalam banyak kasus, sikap ini dipengaruhi karena Keyakinan Ideologis. Mereka merasa membawa misi besar atau kebenaran absolut , sehingga tindakan mereka dianggap sah meski melanggar norma etika.
Adanya Pragmatisme Ekstrem Demi hasil politik yang diinginkan, segala cara dianggap wajar, termasuk menggunakan sisi gelap kekuasaan. Kepentingan Kekuasaan jadi fokus utama mereka adalah mempertahankan atau memperluas kekuasaan dengan segala risiko.
Dampak Politik Gelap
Kerusakan Demokrasi: Institusi politik dan hukum kehilangan legitimasi karena terus menerus dimanipulasi. Erosi Kepercayaan Publik: Masyarakat menjadi skeptis terhadap politik dan pemimpin. Ketegangan Sosial: Ketegangan politik atau manipulasi dapat membingungkan masyarakat.
Nah Solusi untuk Mengatasi Politik Gelap harusnya Transparansi dan Akuntabilitas adanya dorongan pengawasan independen terhadap kebijakan dan keputusan politik. Pendidikan Politik Publik dan membekali masyarakat dengan pemahaman untuk mendeteksi manipulasi politik.
Penguatan Hukum dan Lembaga Demokratik, mengubah mekanisme checks and balances yang efektif.
Pelunya Jurnalisme Investigatif
Peran media sebagai pembela demokrasi sangat penting dalam mengungkap praktik politik gelap. Inilah tugas media yang indeoenden jangan sampai mau dibeli dan dicocoki. Istilah media lainnya harus kritis. Ini relevan dalam pola modern tentang politik global, di mana batas antara moralitas dan strategi sering kali menjadi kabur. Tapi media adalah panjaga yang penting dengan kata lain Media itu anjing penjaga demokrasi, bukan humas, apalagi pejangga istana.
Minimnya keberpihakan media, menurut Dr Gede Moenanto , menduga karena ada kepentingan eksternal yang mempengaruhi. Dalam sejumlah kasus, keberlangsungan dan independensi media rentan oleh intervensi para pemilik modal dalam hal ini pengiklan atau sudah di intervensi.
“Tidak mudah mendapatkan media yang bisa bertahan sebagai pengawas bahkan media yang dianggap sangat kritis,” kata Gede Moenanto dosen Fikom Universitas Pancasiala Jakarta,
Saat ini lanjut Gede Moenanto yang sangat peduli akan media yang masih menyalak bagai anjing penjaga (wathc dog) agar informasi itu tak bisa dibeli dan harus membela yang dirugikan, sementara saat ini sudah banyak pihak dan media tak pernah mau mengungkap secara terbuka dan cenderung berpihak pada yang berkuasa.
Jika kita kaitkan dengan politik gelap yang terjadi yang menggunakan strategi licik, manipulasi, atau praktik licik untuk mencapai tujuan politik mereka banyak sekali.
***
Di dunia Niccolò Machiavelli (Italia, 1469–1527) diangap pernah melakukan politik gelap. Dalam bukunya The Prince, ia mempopulerkan gagasan bahwa penguasa harus siap menggunakan cara apa pun—termasuk penipuan, manipulasi, dan kekerasan—demi menjaga kekuasaan.
Secara Ciri khas filosofi “tujuan menghalalkan cara” (tujuan menghalalkan cara) sering dikaitkan dengan Machiavelli. tentu dampaknya banyak dipengaruhi secara modern yang terinspirasi oleh ajarannya, meskipun tidak semua mengakuinya secara langsung. Ada juga Joseph Stalin (Uni Soviet, 1878–1953) yang dianggap melakukan politik gelap. Stalin menggunakan ketakutan politik untuk mengamankan kekuasaan. Ia memimpin pembersihan massal (Great Purge), di mana lawan politik, bahkan sekutunya sendiri, dihancurkan. Propaganda untuk membangun nilai-nilai kepribadian. Pemenjaraan dan eksekusi lawan politik melalui sistem Gulag.
Dampaknya tentu kekuasaannya yang panjang menelan jutaan korban jiwa, tetapi Uni Soviet tumbuh menjadi kekuatan global dan ada juga seperti yang lain ada Adolf Hitler (Jerman, 1889–1945). Politik gelap Hitler memanfaatkan propaganda, manipulasi emosi publik, dan rasisme untuk membangun kediktatorannya. Strateginya melibatkan penyebaran kebencian terhadap kelompok tertentu (Yahudi, Roma, dll.) untuk mengonsolidasikan kekuasaan.
Ciri khas Hitler Retorika kebencian dan manipulasi media, Militerisasi total untuk menegakkan supremasi politik.Dampak Memimpin dunia ke Perang Dunia II, Holocaust, dan kehancuran besar.
Di Cina Mao Zedong (Tiongkok, 1893–1976). Mao menggunakan taktik brutal dengan ideologi propaganda untuk mempertahankan kendali atas Partai Komunis Tiongkok. Kebijakan seperti Great Leap Forward dan Cultural Revolution menyebabkan kematian puluhan juta orang. Dia mengunakan indoktrinasi massal. Memperkuat kekuasaan melalui pengorbanan rakyatnya sendiri. Hal ini berdampak pada Transformasi Tiongkok menjadi negara komunis yang kuat, namun dengan biaya sosial yang sangat besar. Saya ingin menyampaikan satu lagi contoh Richard Nixon (Amerika Serikat, 1913–1994) yang dianggap melakukan politik gelap. Presiden AS ini terkenal dengan skandal Watergate, di mana ia menggunakan cara ilegal untuk memata-matai lawan politiknya. Ciri yang terlihat dalam strategi licik dalam pemilu. Penggunaan kekuasaan eksekutif untuk menutupi pelanggaran. Nixon akhirnya mengecewakan dirinya sendiri, tetapi skandal ini mengubah cara masyarakat memandang politisi dan kekuasaan.
Dan sejumlah negara lain yang jiak ungkapkan hampir banyak di dunia. Tokoh-tokoh ini menjadi contoh bagaimana taktik politik gelap tidak hanya soal brutal, tetapi juga permainan manipulasi, propaganda, dan pengabaian etika. Namun, efeknya sering kali menghancurkan tatanan sosial, kepercayaan masyarakat, atau bahkan perdamaian dunia.
Indonesia Bagaimana?
Indonesia sebagai negara demokrasi, menghadapi beberapa perlawanan yang mencerminkan praktik politik gelap , meskipun tidak dapat dikatakan sepenuhnya terjebak dalam politik gelap.
Dalam beberapa aspek, gejala politik gelap terlihat dalam bentuk-bentuk seperti manipulasi, propaganda, atau eksploitasi sistem demokrasi.
Ada indikasi beberapa indikasi apakah Indonesia sedang mengalami politik gelap:
Manipulasi Informasi dan Propaganda misalnya banyak gejala Penyebaran hoaks dan disinformasi sering digunakan untuk menyerang lawan politik atau memanipulasi opini publik.
Media sosial menjadi medan perang politik, dengan buzzer atau akun-akun anonim yang mempromosikan agenda tertentu atau menyebarkan kebencian.
Polarisasi masyarakat yang semakin tajam, terutama selama pemilu atau isu-isu sensitif seperti agama dan etnisitas.
Politik Uang (Politik Uang). Praktik politik uang sering terjadi dalam pemilihan umum, baik di tingkat lokal maupun nasional. Kandidat politik “membeli” suara atau dukungan, baik dari pemilih maupun elite politik lainnya. Ini Merusak prinsip demokrasi karena kebijakan cenderung berpihak pada kepentingan pemmodal, bukan rakyat.
Koalisi dan Persekongkolan Elit. Elit politik sering membangun bukan berdasarkan visi atau ideologi, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan. Tindakan bagi-bagi jabatan terlihat jelas dalam pemerintahan, misalnya penunjukan pejabat berdasarkan balas budi politik daripada kompetensi.
Akibatnya Demokrasi hanya menjadi formalitas, sementara keputusan-keputusan politik lebih dikendalikan oleh kelompok elit kecil. Adanya pembungkaman oposisi, Kritik terhadap pemerintah sering kali dianggap ancaman, yang berujung pada kriminalisasi atau serangan balik, lewat UU ITE sering digunakan untuk membungkam suara kritis dari aktivis atau masyarakat sipil.
Ruang demokrasi menyempit, dan kebebasan dianggap terancam. Eksploitasi Isu Identitas, Isu agama, etnis, dan budaya digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik.
Aktor politik memanfaatkan emosi publik untuk menciptakan polarisasi, seperti yang terjadi dalam beberapa pemilu besar di Indonesia. Merusak kohesi sosial dan meningkatkan ketegangan antar kelompok masyarakat. Adanya Korupsi yang Sistemik Kasus-kasus korupsi yang melibatkan banyak aktor politik dan sering kali terkait dengan pendanaan atau proyek pemerintah.
Institusi anti-korupsi seperti KPK menangani tekanan politik yang mencakup independensinya. Akhirnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dan hukum menurun drastis.
Aktor politik menciptakan rasa takut untuk memobilisasi dukungan atau membungkam oposisi. Ketegangan sosial meningkat, dan masyarakat menjadi lebih mudah terfragmentasi.
Pertanyaan diatas apakah Indonesia ada Politik Gelap? Indonesia belum sepenuhnya tenggelam dalam politik gelap , namun gejala-gejalanya jelas ada. Demokrasi Indonesia menghadapi ancaman serius masuk dari Politik uang yang sistemik. Polarisasi berbasis isu identitas. Penguasaan narasi oleh elite tertentu, termasuk melalui media dan buzzer.
Namun, masih ada unsur positif, seperti keberadaan masyarakat sipil yang kuat, media harus tetap independen, dan ruang demokrasi yang belum sepenuhnya hilang.
Untuk mencegah transisi menuju politik gelap yang lebih parah, perlu adanya penguatan institusi hukum dan demokrasi. Ingatlah bahwa Reformasi harus menjadi peningkatan kesadaran politik masyarakat agar tidak mudah dipengaruhi oleh manipulasi.
Bagaimana menurut Anda, Semoga politik gelap di Indonesia masih bisa dicegah, selama ini dan semoga juga intervensi oligarki yang semakin menjadi tidak kebabbalasan!!! Tabik….!!!
Cingised – Arcamanik Bandung, 8/12/24