Setelah PPN 12% Apa Lagi?
Oleh : Salamuddin Daeng
Hampir dipastikan kenaikan PPN 12 Persen akan berdampak buruk pada perekonomian nasional. Konsumsi akan ditekankan, investasi akan ditekankan, belanja perusahaan akan ditekankan, dan pada titik tertentu belanja pemerintah pun akan ditekankan. Kita akan melihat bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara dari PPN dan pajak lainnya.
Sebetulnya disaat kondisi perekonomian melemah kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah melakukan berbagai pelonggaran agar perekonomian leluasa bergerak. Pelonggaran tersebut seperti menurunkan suku bunga bank, menurunkan pajak, atau insentif pajak lainnya. Karena ini secara langsung akan meningkatkan daya beli masyarakat.
Namun apa daya kebijakan PPN 12 Persen sudah diputuskan, sementara suku bunga di Indonesia sudah cukup tinggi. Selain harus membayar beban pajak mahal, masyarakat Indonesia sejak awal sudah tersandera oleh bunga bank yang tinggi. Bunga yang tinggi lagi dipicu oleh bunga surat utang negara yang lebih tinggi dari bunga bank. Maka bank untuk menimbun likuiditas harus menaikkan bunga. Kalau tidak semua uang akan disedot oleh obligasi pemerintah.
_Perkiraan Tahun 2025 akan ada tekanan yang lebih berat terhadap pendapatan negara dari pajak. Namun Menteri Keuangan tampaknya menjanjikan uang lebih kepada presiden. Masalahnya sekarang darimana uang itu akan diperoleh setelah kenyataan di depan mata bahwa kebijakan menaikkan PPN 12 Persen hanya bermodalkan keputusan politik dan tidak didasarkan pada suatu kajian akademis yang mampu._
Kelihatannya pemerintah akan terfokus pada upaya mengatasi dua permasalahan paling besar dalam APBN yakni subsidi dan pembelanjaan energi dan pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Kedua anggaran ini tekan sedikit menelan seluruh APBN Indonesia.
Terjadinya pembayaran bunga utang dan cicilan utang tampaknya tidak akan berani dilakukan pemerintah, karena ini akan menimbulkan ketidakpercayaan pasar terhadap dagangan surat utang pemerintah. Jika pemerintah mengajukan permohonan ini kepada pemilik uang maka bisa bisa pemerintah mendapatkan ganjaran yang serius. Tentu saja pemeirntah takut akan hal ini.
Maka tinggal satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah yakni mengurangi subsidi dan konservasi energi. Kebijakan ini mungkin tidak akan dilakukan bersamaan dengan kenaikan PPN 12 persen. Diperkirakan kebijakan pengurangan subsidi energi akan dilakukan setelah 3 bulan pemerintahan ini berjalan dan menemukan kenyataan bahwa PPN 12 Persen kontraporoduktif terhadap APBN. Karena memang sejak semula tidak ada kajian akademik mengenai manfaat kenaikan PPN 12 persen. Kebijakan yang berbasis angan angan ini akan menghasilkan pendapatan negara jeblok.
Apakah ada dampak politik jika pemerintah mengambil keputusan mencabut subsidi dan mencabut dana konservasi energi? Tentu saja dampaknya akan sama dengan PPN 12 Persen. Akan ada keributan pikuk di masyarakat. Namun semua itu memang akan dipaksakan karena beban APBN yang sudah berat, karena kegagalan pengelolaan keuangan negara, kegagalan pengelolaan penerimaan negara selama dua dekade terakhir. Kegagalan kementerian keuangan yang harus dibayar mahal oleh rakyat.