SUBSIDI PUPUK PADA KELAPA SAWIT TERNYATA MENAMBAH KAS NEGARA
Memet Hakim
Senior Agronomis Kelapa Sawit, Founder Metoda Production Force Manajemen
Dewan Penasihat APIB & APP TNI
Industri Kelapa sawit dikembangkan besar-besaran di Indonesia dan Malaysia sejak tahun 1970an, Saat itu konsultan yang ditunjjuk oleh Bank Dunia telah meletakkan dasar2 pengembangan kebun kelapa sawit. Jika di Malasia ada FELDA (Federal Land Development Authority) di Indonesia ada PIR (Plasma Inti Rakyat). Dari sekitar 300,000 ha di tahun 1970an, kini luas kebun di Indonesia telah mengembang menjadi 17 juta ha.
Minyak kelapa sawit diproses menjadi minyak sawit kotor (Crude Palm Oil) yang bersasal dari sabut buah sawit dan minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil) yang berasal dari biji buah sawit, keduanya sering disebut munyak sawit. Perkembangan teknologi di bidang agronomi dan Teknik, memungkinkan rendemen CPO dari sekitar 19 % menjadi 27 %, sedang rendemen PKO antara 4-5 %, dan jika dijumlah menjadi 23-32%. Potensi produksi TBS semula hanya 14 ton/ha Tbs saat ini berkat perkembangan pemuliaan dan Teknik agronomi menjadi 40-45 ton tbs/ha/tahun. Sungguh ini merupakan anugerah Allah SWT, tidak ada tanaman yang seefisien kelapa sawit dalam menghasilkan minyak.
Minyak sawit semula hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng (pangan), akan tetapi saat ini telah dapat diproses juga menjadi belasan produk Oleo Chemical dan Bahan Bakar Kendaraan berupa Bio Diesel dan Bio Gasoline (Bensin Sawit, Avtur, Gas). Perkembangan tersebut muncul akibat tekanan adanya luar negeri, yang membuat para ahli berpikir dan akhirnya menghasilkan BBM. BBM yang berasal dari CPO ternyata lebih baik kualitasnya dari minyak fosil. Kualitas BBM a.l dinyatakan dengan Bilangan Cetane untuk Bio diesel dan Octane untuk Bio Gasoline.
Tabel Kualitas Bio Solar B40 & B100
Bilangan Cetane Bio Diesel pada umumnya antara 40-51, dimana angka 40 itu merupakan Solar dari Minyak Bumi, dan Bio Solar mencapai 56. B-40 yang tahun 2025 beredar memiliki bilangan Cetan sekitar 51.2, kualitasnya sangat baik, jadi pada mobil Eropa juga dapat digunakan.
Kementerian Pertanian bahkan telah melakukan uji coba penggunaan biodiesel 100% (B100) pada mobil dan alat-alat pertanian pada tahun 2018-2019. Tes kali ini dilakukan terhadap 50 kendaraan. Biodiesel dari minyak sawit ini sudah lolos 18 komponen ujian standar emisi. “Penelitian sudah kami lakukan sejak 2009 untuk menghasilkan bahan bakar nabati,” ungkap Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry (Gatra.com,15/4/2019).
Kementan juga telah dilakukan uji coba B100 kepada mobil dengan jarak tempuh 6.000 km. Penelitian ini telah dilakukan selama 2 tahun. Kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani, menghemat cadangan energi fosil, serta ramah lingkungan. Ternyata penggunaan BBN murni (B-100) lebih efisien, sebagai perbandingan B100 pada mobil yang sama menempuh 13,1 km/liter, sedang solar murni hanya mampu menjangkau 9,6 km/liter, lebih efisien 36 %.
Secara teknis B-40 bahkan sampai B-100 tidak ada masalah dengan mesinnya, yang menjadi masalah adalah jumlah bahan bakunya. Saat ini produktivitas minyak sawit di Indonesia masih di bawah 36 % (2.847 ton/ha/tahun), di Perkebunan Rakyat hanya 32 % (2.559 ton/ha), Perkebunan Swasta Nasional & Asing hanya 43 % (3.443), tetapi Perkebunan Besar Negara sudah mencapai 51% (4.107 ton/ha). Artinya Perkebunan milik Negara lebih baik, sayang luasannya sangat rendah hanya 3.5 % dari total areal kelapa sawit di Indonesia.
Potensi Produktivitas minyak sawit adalah 10 ton/ha/tahun, sehingga jika tercapai 80 %nya saja yakni 8 to/ha/tahun, sudah dapat dikatakan baik. Peluang meningkatkan produktivitas minyak sawit dari 2.847 ton menjadi 8 ton sangat terbuka lebar, yaitu Pertama masalah teknis budidaya dan Kedua adalah menyiapkan pupuk subsidi, Ketiga menggunakan metoda Manajemen Akar & Kanopi dan Keempat adalah jumlah Pemanen & kondisi jalan produksi untuk melancarkan angkutan ke Pabrik.
Pertama, fakta dilapangan banyak sekali kebun kelapa sawit rakyat dan Perkebunan besar yang tidak dirawat dengan semestinya, bahkan banyak yang tidak tersentuh pupuk, akibatnya produksi semakin turun.
Kedua, seperti diketahui tanaman Kelapa Sawit ini sangat responsif terhadap pemupukan. Menyiapkan pupuk subsidi yang selama ini tidak pernah ada, dapat di siapkan. Biaya subsidi pupuk ini bukan pemborosan, tetapi justru menambah kas Negara yang jauh lebih besar dari nilai subsidi. Jumlah pupuk subsidi untuk Kelapa sawit untuk 17 juta ha x 8 kg/pohon x 131 pohon/ha = 18 juta ton dengan nilai subsidi @ Rp 5.000/Kg sama dengan Rp 90 trilyun, sedang uang masuk dari Bea Keluar, Pungutan Ekspor dan Ppn 11 % totalnya Rp 186 trilyun. Pupuk subsidi untuk kelapa sawit tidak dibedakan apakah milik rakyat atau Perusahaan, semuanya harus dipupuk dengan baik.
Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Kelapa Sawit berdasarkan Pedoman Analisa Daun sbb:
Dengan dosis rerata 8 kg pupuk/pohon/tahun, maka produksi diprediksi akan menjadi 23 ton Tbs (6 -7 ton) minyak sawit/ha. Pendapatan Petani & pengusaha akan meningkat drastis dari Rp 15 juta ke Rp 50 juta/ha/tahun, artinya ada pertambahan pendapatan di lapangan, dampaknya antara lain roda ekonomi akan semakin lancar berputar.
Ketiga, menggunakan teknologi Rekayasa Agronomi yakni metoda Production Force Management. Metod aini terdiri dari “Manajemen Akar & Kanopi” yang memungkinkan hasilnya meningkat antara 60 % -100 %.
Keempat, memastikan agar “jumlah Pemanen cukup” dan “jaringan jalan produksi dan jalan utama yang menuju ke Pabrik Kelapa Sawit” dalam kondisi baik untuk dilalui.
Jika keempat upaya ini dilakukan, maka produktivitas minyak sawit Nasional dari reratanya 2.847 ton/ha/tahun, bisa didongkrak menjadi minimal 5 ton/ha/tahun. Dengan demikian jika jumlah kebun kelapa sawit tercatat 17 juta ha, maka produksi minyak sawit Nasional akan menjadi minimal 85 juta ton/tahun. Jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, Bio Diesel, Bio Avtur dan Bensa, tanpa mengganggu kuota ekspor.
Kenaikan minyak sawit dari 2.8 ton menjadi 5 ton sebenarnya hanya 50 % dari potensi tanaman, sehingga tidak sulit mencapainya. Apabila total areal berkembang menjadi 20 juta ha saja dengan menanami seluruh lahan yang telah berijin, tetapi belum ditanami, maka produksi Minyak Nasional Indonesia akan diatas 100 juta ton/ha.
Jika harganya Rp 10.000/Kg saja , maka minyak sawit ini bernilai Rp.1.000 trilyun. Jika produktivitasnya meningkat 100 % minyak sawit saja, maka nilainya juga akan bertambah sebesar Rp 1,109.23 trilyun setiap tahunnya. Bayangkan jika areal kebun sawit akan ditambah menjadi 20 juta ha lagi, sehingga totalnya menjadi 40 juta ha, maka produksi minyak sawit Nasional dapat mencapai diatas 200 juta ton, tetapi disinyalir akan berdampak pada harga pasar dunia.
Sayangnya penghasil Bio Diesel ini semuanya swasta (asing), sehingga subsidi harganya juga dibawa ke Luar Negeri. Perlu ada kebijakan baru yakni meningkatkan peran BUMN yang jelas menghasilkan pajak dan deviden bagi Negara. Rencana menambah areal kelapa sawit seluas 20 juta ha, sebaiknya diberikan tugasnya ke BUMN Perkebunan. Pabrik Biodiesel, Bio Avtur dan Bensa juga sebaiknya diberikan kepada BUMN Perindustrian, sehingga uangnya berputar di Dalam Negeri seluruhnya. Langkah ini sangat sesuai dengan UUD 45 pasal 33 ayat 2 & 3.
Yang pasti alokasi ekspor harus dijaga sekitar 25-30 juta ton/tahun, agar pasar dunia tidak goncang dan kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Dalam menggali produksi telah terbukti BUMN Perkebunan (PTPN) yang terbaik dalam mengelola kelapa sawit, karena produktivitasnya paling tinggi.
BUMN sangat patuh membayar pajak (PPn, PPh, dll), tidak terdengar ada akal-akalan untuk memperkecil pembayaran pajak. Selain itu membayar dividen pada Negara. “BUMN membayar pajak lebih tinggi dibandingkan dengan swasta”, misalnya seluruh unit Perkebunan tetap dijadikan 1 perusahaan, sehingga batas kena pajak tidak berubah, bandingkan dengan Perkebunan Swasta dimana setiap unit perkebunannya dibuat Perusahaan terpisah, sehingga batas kena pajaknya semakin besar, ini salah satu metoda perhitungan akuntansi yang sah dan tidak melanggar hukum, tetapi merugikan Negara.
Tabel Prediksi Produksi Minyak Sawit, Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor
Oleh karena itu komposisi luas perkebunan kelapa sawit BUMN Perkebunan harus tingkatkan dari 3.5 % menjadi 51 %, untuk kepentingan Bangsa dan Negara. Berikan penugasan sbb : 1. mengambil alih Perusahaan swasta yang terbengkalai dan 2. Mengangabil alih perkebunan yang mengalami permasalahan dengan Bank sejak kolateral 2 atau 3, 3. Membuka lahan baru pada lahan tidur/terlantar dan 4. Membuka lahan baru pada areal ex hutan yang terbengkalai. Walau demikian BUMN Perkebunan tetap harus melihat iklim dan lahan yang cocok untuk kelapa sawit.
Bandung 17 Januari 2025