Uang APBN Hasil Efisiensi Tidak Mungkin Untuk Bayar Utang
Oleh : Salamuddin Daeng
_Tiga kata kunci dari Presiden Prabowo ketika mengobrak abrik APBN untuk menghilangkan kebocoran yakni efisiensi, produktif dan hajat hidup rakyat. Jadi uang hasil pemotongan atau penghematan ini tentu saja diharamkan untuk membayar bunga utang dan jatuh temponya, sebagaimana analisis dan dugaan kesesuaian._
Sekarang Presiden Prabowo akhirnya bisa bernafas lega. Akhirnya DPR membahas APBN Perubahan dan substansi secara sepakat dengan adanya efisiensi atau pemotongan anggaran kementerian dan lembaga yang dilakukan melalui perintah presiden (inpres) dan surat menteri keuangan (smk).
Jadi dengan demikian dari kalangan legislatif tidak ada yang akan mempersoalkan keabsahan Inpres dan SMK sebelumnya, yang sebetulnya tidak dikenal dalam tata urutan peraturan-perundang undangan di Indonesia. Intinya Presiden Prabowo tidak jadi melanggar UU APBN dan UU keuangan negara, dll.
Masalah yang muncul kemudian adalah kemana uang 306 triliun rupiah akan dialokasikan oleh APBNP? . Ini adalah tantangan terbesarnya. Mengapa? Karena tidak mungkin anggaran sebesar itu akan dikembalikan kepada kementerian dan lembaga tertentu lagi dengan alasan efisien dan alasan relokasi ke sektor produktif. Alasan kalau dikembalikan ke kementerian dan lembaga lagi maka pemotongan yang dilakukan kemarin melalui inpres dan SMK, tentu tidak ada gunanya. Uang ini akan kembali lagi ke birokrasi, dan bocor lagi, tidak efisien lagi, tidak produktif lagi.
Lagi pula jika 306 Triliun rupiah diserahkan ke kementerian dan lembaga tertentu, maka di DPR akan terjadi kejadian panas. Sangat sulit mencapai persetujuan atas hal itu mengingat tingginya konflik anggaran diantara kekuatan politik yang ada di DPR. Hal itu sudah tampak dalam awal sejak pemotongan anggaran kementerian dan lembaga dilakukan. Sudah capek capek berdebat soal penghematan, eh malah kembali ke awal lagi. Bokor.
sama diketahui beberapa menteri sudah secara terbuka meminta bagian dari hasil pemotongan anggaran tersebut. Menteri ESDM mengatakan bahwa sebaiknya hasil efisiensi diarahkan kepada kegiatan hilirisasi. Sementara Menteri Badan Gizi Nasional telah meminta agar dana tersebut digunakan untuk tambahan dana makan bergizi gratis (MBG) yang sebelumnya dianggarkan sebesar 70 triliun. Sementara makalah yang lain belum secara eksplisit mengajukan permintaan.
Sementara Presiden Prabowo sendiri sudah berjanji akan menyalurkan dana tersebut ke sektor produktif yang dirasakan langsung oleh rakyat. Tapi bagaimana APBN dapat diarahkan ke sektor yang memproduksi barang dan jasa secara langsung membuat rakyat? Apakah ada penerbit yang dapat memproduksi barang dan jasa secara langsung? Bagaimana anggaran tersebut akan dialokasikan ke sektor produktif tersebut? Ini pasti rumit lagi.
Ada cara yang selama ini digunakan pemerintah untuk Menjadikan sejumlah anggaran APBN produktif atau digunakan untuk mencari keuntungan. Ada dua cara (1) melalui penyertaan modal negara kepada BUMN untuk mencari keuntungan. (2) investasi pemerintah ke dalam perusahaan, perbankan, dll, untuk mencari keuntungan. Namun cara kedua tidak diatur secara eksplisit dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tenang Keuangan Negara, meskipun pernah dilakukan pada pemerintahan sebelumnya. Namun semua itu tetap harus melalui persetujuan DPR.
Ada satu lembaga lagi yang baru baru ini berdiri melalui revisi UU BUMN yakni Danantara. Bisa saja dana tersebut Ditempatkan seluruhnya di Danantara, lalu Danantara akan mengalokasikan semata-mata dana itu bagi kegiatan produktif, kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa jasa sehingga nanti nya menghasilkan keuntungan dan selanjutnya berkontribusi kembali sebagai sumber pendapatan negara.
Dengan demikian nampaknya uang hasil efiensi 306 triliun ini akan kembali ke tiga program utama presiden Prabowo untuk menggerakkan dua kali lipat perekonomian Indonesia yakni 1) Hilirisasi sumber daya alam. 2). Pembangunan 3 juta rumah dan 3). Membiayai semua perusahaan dengan fasilitas pembiayaan murah pada semua yang terlibat dalam makan bergizi gratis. Coba dilihat lagi apakah pembiayaan tiga juta rumah lebih layak, kalau menyangkut hajat hidup orang banyak itu sudah pasti. Ok Gas tabrak masuk!