PERTAMINA: SARANG MAFIA, LADANG PENJARAHAN
AKHIRNYA babak baru dibuka, Kejaksaan Agung akhirnya membuka borok yang selama ini ditutup-tutupi: korupsi minyak mentah di tubuh Pertamina yang merugikan negara Rp 193,7 triliun!
Ini bukan sekadar skandal biasa—ini adalah kejahatan sistemik yang melibatkan pejabat tinggi, mafia minyak, dan broker yang menjadikan Pertamina sebagai ladang perampokan. Sementara rakyat antre BBM, membayar harga tinggi, dan subsidi negara terus membengkak, segelintir elite menghisap kekayaan negara seperti lintah rakus.
Ada permainan Busuk di Hulu hingga Hilir Korupsi ini berjalan rapi, sistematis, dan melibatkan kongkalikong dari dalam hingga luar negeri.
Skema biadab yang mereka jalankan:
1. Produksi Dalam Negeri Sengaja Ditekan Pejabat dalam Pertamina sengaja menurunkan produksi kilang minyak di dalam negeri. Akibatnya, kita terpaksa impor minyak lebih banyak. Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi strategi jahat untuk membuka celah permainan harga dan pengadaan.
2. Pengaturan Lelang Impor Minyak Dengan produksi dalam negeri yang dikondisikan anjlok, kebutuhan impor meningkat. Tapi siapa yang menang tender?
Bukan yang termurah atau terbaik, tetapi yang sudah diatur! Lelang dibuat hanya sebagai formalitas untuk memenangkan broker tertentu yang sudah disiapkan sejak awal.
3. Markup Gila-gilaan Kontrak pengiriman minyak impor digelembungkan dengan markup hingga 15%.
Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan malah masuk ke kantong mafia energi ini.
4. Minyak Murah Dijual Mahal: Rakyat Jadi Korban Minyak impor berkualitas rendah (RON 90) diolah dan dijual sebagai RON 92 dengan harga lebih tinggi.
Artinya, kita dipaksa membayar mahal untuk sesuatu yang seharusnya lebih murah.
5. Persekongkolan Harga: Mafia Bermain di Balik Layar Harga impor minyak ditetapkan tinggi melalui permainan licik antara broker dan pejabat korup. Rakyat tidak pernah diberi kesempatan menikmati harga BBM yang lebih murah karena semua sudah dikontrol oleh mafia energi.
Akankan dampak ini panjang?
Bisa jadi karena Rakyat Dibuat Miskin, Elite Makin Kaya Akibat kejahatan ini, rakyat harus menanggung:
• Harga BBM yang semakin mahal
• Beban subsidi yang terus membengkak
• Ketergantungan impor yang semakin besar
• Ekonomi yang semakin timpang Sementara rakyat kesulitan membeli BBM, para mafia ini tertawa menikmati uang haram mereka di balik meja-meja perundingan kotor.
Denga Rumah ‘King minyak” Riza Chalid Digeledah ini kasus tak bisa dianggap sepele!
Nama Riza Chalid sudah lama dikenal sebagai penguasa minyak di belakang layar. Selama bertahun-tahun, dia kebal hukum dan tak tersentuh. Kasus Minta Saham Freeport nama dia muncul. Tapi kini, rumahnya di Kebayoran Baru akhirnya digeledah Kejagung ini babak baru.!
Ini adalah sinyal bahwa Riza Chalid mulai kesentuh hukum dan digigit—tapi pertanyaannya, apakah akan berhenti di sini atau benar-benar menyeret semua otak kejahatan ini ke kan berpenjara?
Hukum memang Jangan Tumpul ke Atas! Rakyat sudah bosan melihat kasus besar yang akhirnya berujung damai di balik layar. Skandal ini harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya. Semua yang terlibat—dari pejabat, broker, hingga mafia minyak—harus diadili dan dihukum seberat-beratnya.Tujuh tersangka itu yakni berinisial Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saefuddin selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi selaku PT Pertamina International Shipping.
Ada Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Keery Andrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
“Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” kata VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso dikutip Antara.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata dia.