Robohnya Sumber Energi Kami (BAGIAN 2)
Seblum bahas lebih dalam kasus migas yang lagi rame soal oplosan Pertamax kita ada baiknya melihat kasus migas yang terjadi pada 2013, dimana bagaimana kepentingan segelintir elite mampu menggiring kebijakan energi ke arah yang jauh dari kepentingan rakyat.
Adalah kasus Rudi Rubiandini, mantan Kepala SKK Migas, tersandung suap jutaan dolar, sebagian di antaranya disebut berasal dari orang kepercayaan pengusaha besar. Anehnya ada nama Boy Thohir muncul melalui keterlibatan Febri Prasetdi Suparta (James), yang disebut memberikan 700 ribu dolar AS sebagai “ucapan terima kasih.”
Namun, yang lebih mengkhawatirkan bukan hanya transaksi uang di balik layar. Kasus ini membuka mata kita bahwa sumber daya energi—yang seharusnya dikelola demi kesejahteraan rakyat—justru menjadi ladang permainan segelintir orang. Lelang minyak, blok gas, dan kebijakan migas bukan lagi soal kepentingan nasional, melainkan bagaimana mereka yang berada di lingkaran kekuasaan mempertahankan dominasinya. Kasus ini juga memasukan keteribatan Anggota DPR RI komisi VII bidang Energi yaitu Sutan Batugana, Mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana divonis 10 tahun penjara karena terbukti menerima suap dalam pembahasan APBN Perubahan 2013 dari Menteri ESDM Jero Wacik. Sutan Bhatoegana, didakwa menerima pemberian hadiah berupa uang sebesar Rp 50 juta dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Berdasarkan surat dakwaan, Jero menyerahkan uang tersebut melalui mantan Sekretaris Jenderal ESDM Waryono Karno. “Pada awal tahun 2013, Jero memberi tahu Waryono bahwa terdakwa akan datang ke kantor. Oleh karena itu, Jero Wacik meminta agar diberikan ‘perhatian’ berupa uang saku sebagai bentuk apresiasi,” ujar jaksa penuntut umum KPK Dody Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/4/2015) dalam persidangan.
Sedang Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik divonis 4 tahun penjara dan didenda Rp 150 juta subsidair 4 bulan kurungan pada, namun saat banding (9/2/2016), Mantan Menteri ESDM Jero Wacik malah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman Jero menjadi 8 tahun penjara. Dilansir dari laman MA, Rabu (26/10/2016), Jero juga didenda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan. Jero juga mendapat hukuman tambahan berupa kewajiban mengembalikan kerugian negara Rp 5.073.031.442 subsidair 2 tahun penjara. Hukuman di tingkat kasasi itu diputus oleh majelis Hakim Agung Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme. Kasasi itu diajukan oleh jaksa KPK yang menganggap antara lain hukuman 4 tahun yang dijatuhkan oleh pengadilan tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Kasus Jero Wacik ini terkait Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini disebut mendapat uang 700 ribu dolar AS dari orang kepercayaan pengusaha tambang Boy Thohir bernama Febri Prasetyadi Soeparta.
“Saya disuruh Pak Widodo ketemu orang bernama Febri, Febri ini orang kepercayaan Pak Boy Thohir,” kata pelatih golf Rudi Rubiandini, Deviardi, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
“Saya tidak tahu Boy Thohir siapa, tapi saya baca di koran dia pengusaha terkenal bidang batubara,” katanya. Menurut Deviardi, yang telah menjadi tersangka dalam kasus korupsi tersebut, Febri menitipkan uang 700 ribu dolar AS kepada dia untuk diberikan kepada Rudi.
“Sebelumnya kita sudah janjian dulu, setelah saya diperintahkan Pak Rudi saya janjian dengan Febri, saya janjian dulu di Citos (Cilandak Town Square), lalu kami janjian di Singapura,” ungkap Deviardi.
“Saya dikasih uang 700 ribu dolar AS, saya sendiri juga ikut menghitung dengan Febri, pemberian uang itu dilakukan di kamar hotel, Febri mengatakan tolong serahkan ini ke Pak Rudi,” tambah Deviardi.
Selanjutnya Deviardi kembali ke kamar hotelnya dan Rudi pun menelepon dia dan menanyakan apakah bisa ke kamar Deviardi. “Pak Rudi mengatakan kalau minggu depan saya bisa dikasih 300 ribu dolar AS tidak? Tapi saya bingung bagaimana caranya membawa uang itu ke Indonesia, karena saya lihat sebelumnya Pak Rudi meeting dengan pak Widodo jadi saya titip ke Pak Widodo,” kata Deviardi.
Belakangan nama Widodo adalah pengusaha minyak PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL) asal Singapura Widodo Ratanachaithong melalui orang kepercayaannya di PT KOPL Indonesia, Simon Gunawan. “Uang yang 300 ribu dolar AS diserahkan Simon di kantor di Equity Tower SCBDm kemudian saya serahkan di kantor Pak Rudi,” kata Deviardi tentang pemberian uang tahap pertama pada Juli 2013.
Sisa uang 400 ribu dolar AS diserahkan Deviardi pada 13 Agustus di rumah Rudi dengan mengendarai motor.”Saya katakan ke Pak Rudi, ini sisanya yang 400 ribu dolar AS, lalu saya pulang diantarkan sopir Pak Rudi karena Pak Rudi mau pinjam motor saya,” tambah Deviardi.
Dalam surat dakwaan terdakwa Simon Gunawan, Widodo disebut memberikan uang 200 ribu dolar Singapura dan 900 ribu dolar AS kepada Rudi agar memenangkan KOPL dan Fossus Energy Ltd menjadi pemenang lelang terbatas minyak mentah minas/SLC bagian negara dan kondesat Senipah.
Sementara Garibaldi Thohir atau biasa dipanggil Boy Thohir adalah Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk yang bergerak di bidang tambang batu bara dan merupakan orang terkaya di urutan 1015 sedunia dengan kekayaan 1,2 miliar dolar AS menurut majalah Forbes.

Febri membantah yang juga dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi membantah menyerahkan uang 700 ribu dolar AS kepada Deviardi di Singapura. “Saya memang bertemu Deviardi di Citos Jakarta untuk bertanya mengenai jadwal berangka main golf ke Singapura, tapi tidak pernah ada pembicaraan untuk penyerahan uang,” kata Febri.
Di Singapura pun, menurut Febri, ia tidak jadi bermain golf dengan Rudi dan hanya makan buka puasa dengan Deviardi. “Tidak ada penyerahan 700 ribu ribu dolar,” jawab Febri.
“Bagaimana saksi Deviardi menerima uang 700 ribu dolar AS?” tanya ketua majelis hakim Tati Hadiyanti. “Saya terima yang mulia,” jawab Deviardi. “Jadi ini ada dua orang, ada buktinya, siapa yang benar dan tidak tanggung masing-masing ya,” tegas Tati. Tapi Febri yang juga menjadi konsultan di PT Adaro dan PT Panca Amara Utama (PAU) mengaku pernah membicarakan mengenai pemenangan kontrak blok gas dengan Rudi.
“Saya pernah membicarakan tender gas di Luhu karena saya hanya punya kontak Pak Rudi untuk SKK Migas,” ungkap Febri. Dalam Berita Acara Pemeriksaan Rudi Rubiandini disebutkan bahwa Rudi pernah memerintah Deviardi mengambil uang dari Febri yang ingin memberikan uang sebagai ucapan terima kasih terkait salah satu kolega yang melaksanakan proyek gas PT PAU. “Memang Febri pernah mengucapkan terima kasih atas PAU,” kata Rudi Rubiandini yang juga hadir sebagai saksi dalam sidang itu.
Jika terkait kasus ini belakangan nama Febri uncul yan dibeut “James” apa ada hubungan dengan kasus Pertamax oplosan itu? (Bersambung…)