Home AMDAL KASUS: ADA TRAGEDI APA DI BLOK ROKAN? SIAPA YANG HARUS TANGGUNG JAWAB?

KASUS: ADA TRAGEDI APA DI BLOK ROKAN? SIAPA YANG HARUS TANGGUNG JAWAB?

401
0

KASUS: ADA TRAGEDI APA DI BLOK ROKAN? SIAPA YANG HARUS TANGGUNG JAWAB?

ENERGYWORLDINDONESIA–  “Rokan dan Dilema Nyawa: Dari Ladang Minyak ke Kuburan Sunyi” apa itu. Sepei-sepa saja ada kasus dan manusis meninggal. Pertamina kenapa demikian?

Ini dilema besar di balik kekayaan sumber daya dan korbannya manusia: di Blok Rokan dan Dilema Nyawa harusnya terbukan dan ada yang bertanggung jawab.

Dari Ladang Minyak kok jadi Kuburan Sunyi, Wilayah kerja Blok Rokan di Riau adalah simbol kejayaan energi Indonesia. Sejak era Chevron hingga kini dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), ladang ini menyumbang jutaan barel minyak bagi negeri.

Tapi di balik gemerlap sumur dan pipa, tersimpan kisah getir: ada nyawa manusia yang seolah menjadi korban sampingan. Ada Dua Balita, Dua anak Kecil tewas di Tepi Kolam Limbah Di sebuah lokasi bernama Petani 55 Kolam Mud Fit, warga menemukan dua balita tak bernyawa.

Mereka tenggelam di kolam bekas limbah pengeboran—yang tak pernah ditutup, tak diberi pagar, dan tak diperingatkan kepada masyarakat. Tak ada SOP lingkungan yang terasa. Tak ada tanggung jawab korporat yang terlihat. Hanya duka yang menggantung di langit kampung itu.

“Apakah tempat ini bukan tempat manusia? Kenapa dibiarkan seperti itu?” —ujar salah satu warga sambil menunjuk kolam itu, kini ditutup dengan tanah darurat setelah tragedi.

Masih Kasus lagi

Satu Kontraktor, Tersengat dan Gugur di Tiang Listrik Hanya berselang beberapa hari, insiden kembali terjadi. Adalah Kiki Andriansyah, 32 tahun, kontraktor dari PT Radiant Utama Interinsco, tewas tersengat listrik saat mengganti pin insulator 13,8 kV di Pungut.

Dalam laporan resmi yang didapat redaksi mendapat sumber terpercaya bahawa SKK Migas mneyebutkan,  bahwa pekerjaan dilakukan dengan asumsi “arus mati”. Nyatanya, arus aktif dan Kiki kehilangan nyawa. Dan PHR melakukan penghentian seluruh aktivitas kelistrikan—tapi satu keluarga telah kehilangan anak, ayah, dan masa depan.

Dilema Rokan: Untung untuk Siapa, Nyawa Siapa yang Hilang? Rokan menjadi cermin dilema besar Indonesia: sumber daya dikuasai negara atau korporasi, tapi risiko sosial dan nyawa manusia sering diabaikan.

Apakah safety hanya berhenti di atas kertas? Apakah tanggung jawab sosial hanya proyek tahunan dan bukan budaya keseluruhan? Apakah warga sekitar hanya dianggap “penonton” dari panggung migas besar ini?

Di ladang minyak yang kaya itu, dua kuburan kecil dan satu liang duka menjadi jejak yang tak boleh dihapus. Ini bukan sekadar kecelakaan—ini adalah peringatan.

Menuntut Jawaban, Menuntut Perubahan Rokan bukan sekadar tambang minyak. Ia adalah tempat hidup manusia. Ketika korporasi abai terhadap keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, yang mati bukan hanya manusia—tetapi nilai kemanusiaan itu sendiri.

Kami menulis ini bukan sekadar berita. Tapi sebagai suara untuk mereka yang sudah tak bisa bersuara. Untuk dua balita yang tak sempat dewasa. Untuk Kiki yang hanya ingin mencari nafkah. Kiki adalah seorang PKDK Lineman, teknisi yang berhadapan langsung dengan bahaya setiap hari. Rokan harus berubah dan tanggung jawab. Bukan hanya pada laporan produksi, tapi pada cara ia menjaga nyawa. Harusnya para pemimpin dapat dikenakan tanggung jawab ini, tapi kenapa holding seperti punya aturan setiap kejadian?

 

 

Di sebuah wilayah bernama Rokan, tanah subur ini tak hanya menumbuhkan sawit dan pohon kelapa, tetapi juga menyimpan ladang minyak yang terus disedot demi kepentingan energi nasional. Namun, di balik angka-angka produksi dan laporan lifting, ada cerita kelam yang tak tertulis dalam laporan kuartalan—cerita tentang nyawa manusia yang melayang, tentang tangis seorang ibu, dan tentang sistem yang terlalu nyaman dengan kata “prosedur.” Tragedi Kolam Limbah: Dua Balita Tewas di Petani 55 Pada sebuah sore yang tampak biasa, dua anak kecil ditemukan tak bernyawa di dalam kolam limbah. Lokasi kejadian disebut sebagai area milik PHR di Petani 55, Rokan. Dugaan awal: kolam tersebut tidak memiliki sistem pengamanan memadai, tidak ditutup, tidak diberi pagar pengaman, dan bisa diakses oleh siapa pun. Termasuk oleh anak-anak yang tidak tahu bahwa di balik permukaan air itu tersembunyi kematian. Sumber masyarakat menyebutkan bahwa lokasi itu sering kali dibiarkan terbuka. Padahal, tanggung jawab utama dalam pengelolaan limbah industri adalah menjamin keamanan publik. Ini bukan sekadar pelanggaran teknis. Ini adalah pengabaian terhadap prinsip dasar kemanusiaan: lindungi yang paling lemah. Pertanyaan penting: • Apakah kolam itu dikelola dengan SOP yang benar? • Siapa yang bertanggung jawab untuk menutupnya? • Di mana tim pengawas dari SKK Migas? • Apakah CSR hanya sebatas laporan tahunan dan foto pembagian sembako? Tragedi Listrik: Pekerja Kontraktor Tewas Tersengat Tepat pada Kamis, 27 Maret 2025, seorang pekerja bernama Kiki Andriansyah (32 tahun), yang bekerja untuk kontraktor PT Radiant Utama Interinsco, tewas tersengat listrik saat melakukan pergantian pin insulator di jaringan distribusi listrik 13,8 kV. Menurut Form Initial Incident Report IOC SKK Migas, Kiki sedang bekerja di area Pungut saat peristiwa itu terjadi. Dia tersengat listrik saat melakukan pekerjaan perbaikan karena sistem yang seharusnya dalam kondisi “de-energized” (dimatikan) ternyata belum benar-benar aman. Kiki adalah seorang PKDK Lineman, teknisi yang berhadapan langsung dengan bahaya setiap hari. Tetapi pertanyaannya? Apakah sistem pengamanan kelistrikan benar-benar dilakukan?

Lalu Apakah ada audit terhadap prosedur kerja di lapangan?  Siapa yang mengawasi kontraktor?  Seberapa serius PHR dan SKK Migas memastikan keselamatan para pekerja non-permanen?

Keterangan tidak tersedia.

Tangkapan layar dari Mata Xpost

Dua Tragedi

Satu Wilayah, Satu Entitas Dua nyawa balita. Satu nyawa pekerja. Tiga korban dari sistem yang sama. Rokan yang dikenal sebagai ladang minyak andalan negara justru mencatatkan dua tragedi kemanusiaan hanya dalam rentang waktu yang berdekatan.

Di mata publik, PHR adalah wajah baru dari pengelolaan Blok Rokan setelah diserahkan dari Chevron sesuai UU harus balik ke NOC dalam hal ini  ke Pertamina. Harapan publik adalah efisiensi, keberlanjutan, dan keberpihakan pada keselamatan serta masyarakat sekitar. Namun, yang muncul kini adalah luka yang belum sembuh. Masyarakat bertanya, dan mereka layak tahu dan terbuka.

Apakah investasi besar hanya untuk produksi? Di mana letak nilai “tanggung jawab sosial”?  Siapa yang mendengar suara orang-orang kecil di balik pagar kawasan industri?

Potret Lapangan dan Bukti Visual Sebuah video pendek yang beredar dari kanal @mataxpost menunjukkan lokasi kolam yang terbuka. Terlihat kawasan lapang tanpa pengaman, dengan narasi “Ada dua orang…” dan tulisan besar bertajuk “Tragedi Pertamina Hulu Rokan.” Ini bukan konten sensasi. Ini adalah teriakan visual yang menggambarkan fakta: pengabaian yang mematikan.

Dilema Rokan Rokan bukan sekadar ladang minyak. Ia adalah ladang nyawa. Ketika sistem mulai terlalu memuja produksi, dan lupa pada keselamatan serta nilai-nilai kemanusiaan, maka tragedi bukan sekadar kemungkinan—melainkan keniscayaan. Sudah waktunya SKK Migas, PHR, dan semua pemangku kepentingan menjawab pertanyaan rakyat: Apakah satu barel minyak lebih berharga daripada satu nyawa manusia? Dan kepada mereka yang kehilangan, kepada para ibu yang meratap dan rekan kerja yang berkabung, tulisan ini kami hadirkan bukan hanya sebagai liputan biasa, tetapi juga sebagai peringatan. Nyawa bukan statistik. Ia adalah harga mati.

Baiknya Pimpinan tertinggi harus di non aktifkan, jangan jadi ada indikasi terlindungi dan dijaga? Hayoooo…

(TIM REDAKSI, ATA, ed dan RON)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.