ENERGYWORLD.CO.ID – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur resmi menahan dua tersangka dalam perkara dugaan korupsi reklamasi tambang batu bara oleh CV Arjuna di Samarinda.
Keduanya adalah IEE, Direktur Utama CV Arjuna, serta AMR, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur periode 2010-2018.
Penyidikan mengungkap, CV Arjuna pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) seluas 1.452 hektare di Kelurahan Sambutan, Kecamatan Samarinda Ilir, memiliki kewajiban melakukan reklamasi tambang dan menempatkan jaminan dalam bentuk deposito serta bank garansi.
Namun pada 2016, jaminan reklamasi dalam bentuk deposito justru dicairkan secara sepihak atas persetujuan Dinas ESDM, tanpa didahului laporan pelaksanaan, verifikasi teknis, maupun penilaian keberhasilan reklamasi.
Pencairan itu terjadi meski reklamasi tak pernah dilakukan.
Dana yang semestinya digunakan untuk memulihkan lahan pasca tambang justru dipakai untuk kepentingan lain, dan hingga kini tidak pernah dikembalikan. CV Arjuna juga tidak memperpanjang jaminan dalam bentuk bank garansi setelah pencairan tersebut.
Penelusuran awal menunjukkan negara mengalami kerugian senilai Rp13,1 miliar akibat pencairan deposito.
Selain itu, terdapat kerugian lain dari jaminan yang dibiarkan kadaluarsa sebesar Rp2,4 miliar. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat tidak dilakukan reklamasi pun diperkirakan mencapai Rp58,5 miliar.
Tim penyidik masih menunggu audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan serta melibatkan ahli lingkungan untuk memperkuat perhitungan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, menegaskan bahwa tindakan pencairan tersebut tidak sah dan menjadi pintu masuk pengusutan aliran dana.
“Kadis memberi persetujuan tanpa dilengkapi syarat pencairan jamrek,” ujar Toni, Senin (19/5/2025).
Dalam proses pemeriksaan, Kejati juga mendalami ke mana saja dana pencairan itu mengalir.
“Intinya reklamasi tidak dilaksanakan, jaminan reklamasi dicairkan,” tegas Toni.
IEE dan AMR ditetapkan sebagai tersangka pada 15 dan 19 Mei 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Samarinda selama 20 hari ke depan.
Keduanya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)