Duka Raja Ampat: Potret Kejahatan Aguan & Bobroknya Sistem Kapitalisme
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Jejak kejahatan Aguan ternyata tidak hanya ditorehkan secara jelas di proyek PIK-2. Akan tetapi, rupa Raja Ampat yang babak belur oleh tambang Nikel, rupanya ada jejak Aguan didalamnya.
Biang kerok rusaknya pesona Raja Ampat salah satunya adalah karena ulah tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining. Di perusahaan ini, ada Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi yang juga anak buah AGUAN, menjabat sebagai Direktur Utama.
Jejak AGUAN tidak hanya terendus melalui Freddy Numberi, melainkan juga pada nama komisaris perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya ini.
Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga ada nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini. Nono Sampono adalah Direktur Utama Agung Sedayu Group, entitas bisnis properti milik Aguan yang menggarap proyek PIK-2 di Banten.
Bahkan sosok Hantu PERAMPAS TANAH RAKYAT BANTEN Yakni Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN, juga duduk sebagai salah satu komisarisnya. Lengkap sudah, jejak para jongos Aguan di perusahaan perusak Raja Ampat ini.
Ada yang berpendapat, kalaupun Raja Ampat harus rusak, masih bisa ditolerir jika manfaat tambang nikel itu memberikan manfaat kepada rakyat Papua. Akan tetapi yang terjadi di Raja Ampat, alam Papua rusak, rakyat Papua tetap dicekik pajak, sementara keuntungan dari tambang nikel hanya dinikmati oleh Oligarki Cina.
Ada video anak Papua yang menarik, yang beredar di media sosial. Di antara kutipannya adalah sebagai berikut:
“Kami orang kecil, yang tak mampu menuliskan undang-undang. Kami tahu arti kehilangan. Udara segar lebih berharga daripada uang”
Ada beberapa substansi dari pernyataan ini, yang patut dijadikan renungan bagi kita semua, untuk mencari solusi bagi kemaslahatan negeri.
Pertama , kita tidak memungkiri bahwa otoritas pembuat UU adalah manusia, dengan akalnya, yang mewakili DPR dan Eksekutif. Pemerintah pada akhirnya tidak membuat UU berdasarkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan para pemilik modal (kapitalis).
Sehingga sejatinya dalam sistem demokrasi yang berdaulat bukan rakyat melainkan modal. Penguasaan SDA termasuk tambang oleh Oligarki, adalah bukti kongkrit bahwa negeri ini sedang melayani Oligarki sebagai pemilik kedaulatan, bukan melayani rakyat.
Kedua , Oligarki kapitalis dalam sistem Kapitalisme hanya berfokus pada materi, tanpa memperhatikan alam, lingkungan bahkan rakyat. Mereka, hanya mengekploitasi alam untuk keuntungan pribadi dan Korporasinya.
Sedangkan Negara, justru menjadi pelayan korporasi kapitalis dengan dalih melayani rakyat. Contoh kongkritnya di Papua, dimana pembangunan infrastruktur (jalan) sejatinya bukan untuk melayani rakyat Papua, melainkan untuk mempermudah arus logistik untuk mendukung eksploitasi tambang Nikel di sana.
Luar biasa jahat. Nikelnya dirampok. Untuk mempermudah meringankan, dibangunkan jalan yang diambil dari pajak rakyat. Sudah tak kebagian Nikel, alamnya rusak, rakyat Papua masih harus membayar pajak untuk membangun jalan, guna memperlancar proses menyambut nikel.
Ketiga , masalah Raja Ampat di Papua ini, yang dirusak alamnya oleh kerakusan korporasi Nikel, sejatinya juga terjadi di berbagai pertambangan di wilayah NKRI. Karena sistem Kapitalisme yang dianut Negara, menjadikan kekayaan alam Indonesia surga bagi para Oligarki.
Oleh karena itu, negeri ini membutuhkan sistem lain. Sistem yang akan memotong tangan para kapitalis dan Oligarki, melakukan intervensi pada kekuasaan dan pemerintahan. Sistem yang mengalihkan Kedaulatan rakyat kepada kedaulatan Allah SWT, dimana UU yang berasal dari Allah SWT tak akan bisa diubah oleh Oligarki. Oligarki tak akan bisa mengubah yang halal menjadi haram, atau sebaliknya menjadikan yang haram menjadi halal.
Dalam sistem Islam, sektor tambang dengan deposit melimpah seperti tambang Nikel di Raja Ampat, haram dikelola swasta atau korporasi. Seluruh tambang yang terkategori ‘Al Milkiyatul ‘Ammah’ (harta milik umum), wajib dikelola Negara.
Negara, akan mengelola tambang dan mengembalikan manfaatnya kepada seluruh rakyat pemiliknya. Tidak seperti dalam sistem Kapitalisme, negara menerbitkan korporasi yang mengelola tambang, merusak alam dan menyengsarakan rakyat.
Hanya saja, meskipun Negara menjadi wakil umat untuk mengelola tambang, tidak semua tambang yang ada dieksploitasi. Penjagaan alam dan keberlangsungan peradaban manusia, lebih diutamakan daripada sekedar mengeruk cuan.
Artinya, Negara tak akan mengeksploitasi tambang jika hal itu berdampak pada kerusakan lingkungan dan peradaban. Apalagi merusak Surga Dunia, sebagai karunia Allah SWT seperti yang ada di Raja Ampat.
Apakah kita tidak tertarik untuk mengelola negeri ini dengan Islam? Setelah sekian lama, negeri ini dirusak oleh sistem Kapitalisme, dan hanya membuat kaya raya para Oligarki?
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
[QS: Al-Ma’idah ayat 50].