Home AMDAL Paradoks Tambang Raja Ampat: Yang Menambang Aman, Yang Tak Pernah Menambang Dicabut...

Paradoks Tambang Raja Ampat: Yang Menambang Aman, Yang Tak Pernah Menambang Dicabut Izin

235
0
istimewa

Paradoks Tambang Raja Ampat: Yang Menambang Aman, Yang Tak Pernah Menambang Dicabut Izin

CATATAN ENERGYWORLD

Dalam dunia yang waras, logika biasanya berjalan beriringan dengan keadilan. Tapi dalam dunia perizinan tambang Indonesia, terutama di kawasan Raja Ampat, logika dan keadilan justru tampak saling menampar.
Ini bukan hanya soal kebijakan tambang, tapi juga soal narasi politik, ekonomi, dan—yang paling ironis—soal konservasi yang terlambat dipahami. Mari kita tengok data yang baru-baru ini ramai. Pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat: PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham.
Tapi satu perusahaan selamat dan justru tetap menambang: PT Gag Nikel. Di sinilah absurditas itu lahir. Yang Menambang Tak Dicabut, Yang Tak Pernah Menambang Justru Dicoret PT Gag Nikel sudah aktif berproduksi selama bertahun-tahun. Mereka menambang di Pulau Gag, dengan proyeksi 3 juta WMT per tahun sampai 2026. Produksi berjalan lancar.
Laporan RKAB mereka diterima, semuanya sah menurut prosedur. Tapi ingat: Pulau Gag adalah pulau kecil, rapuh, dan masuk dalam bentang alam Raja Ampat yang dikenal dunia karena keindahan ekosistemnya. Sebaliknya, empat perusahaan lain yang belum menambang sama sekali, bahkan ada yang tidak pernah mengajukan RKAB, justru dicabut izinnya.
Lucunya, semua keempat perusahaan ini berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat—wilayah yang baru saja diakui UNESCO sebagai warisan geologi dunia. Pertanyaannya: Apakah keadilan hanya berlaku bagi yang aktif eksploitasi? Narasi Konservasi yang Terlambat Pemerintah berdalih bahwa pencabutan izin ini adalah langkah penyelamatan kawasan Geopark. Tapi kenapa baru sekarang? Padahal Geopark Raja Ampat sudah ditetapkan nasional sejak 2017. Baru setelah UNESCO ikut bicara pada 2023, tiba-tiba pemerintah terlihat sadar dan “seolah-olah” peduli. Jika memang kawasan ini penting untuk dilindungi, bukankah semua izin tambang—termasuk PT Gag Nikel—harus dikaji ulang atau bahkan dihentikan?
Atau ini cuma soal politik lisensi, bukan soal ekologi?
Geopark atau Geo-political?
Penetapan Geopark seharusnya jadi perisai ekologi. Tapi dalam kenyataannya, Geopark tampak lebih seperti alat pembenar geopolitik. Pemerintah bisa dengan mudah menyelamatkan citra di mata dunia dengan mencabut izin perusahaan yang bahkan belum sempat menambang, sambil membiarkan satu pemain besar terus mengeruk isi bumi.
PT Gag Nikel aman, bukan karena mereka tak merusak, tapi karena mereka sudah terlalu dalam masuk sistem.
Mereka punya data RKAB lengkap, produksi aktif, dan—mungkin saja—punya koneksi lebih kokoh. Ini bukan lagi soal hukum. Ini soal siapa yang sudah duduk di meja, dan siapa yang masih antre di luar pagar.
Ekologi atau Ekonologi?
Kisah Raja Ampat bukan hanya ironi konservasi. Ini refleksi dari bagaimana “ekologi” selalu tunduk pada “ekonologi”—yakni logika ekonomi yang kadang lebih peduli pada kuota ekspor ketimbang kelestarian. Dalam sebuah negeri dengan logika tambang yang tak konsisten, kita tak butuh lagi satir. Realitas itu sendiri sudah cukup jadi komedi gelap.
Tulisan ini adalah refleksi kritis atas situasi tambang di Raja Ampat dan tidak mewakili keberpihakan pada entitas tertentu. Tujuannya untuk membangkitkan diskusi yang lebih dalam tentang keadilan lingkungan dan logika kebijakan publik.
Pengamat politik dan media Asia Tenggara Buni Yani menegaskan bahwa langkah tersebut belum cukup. Ia menilai penegak hukum harus segera menyelidiki lebih jauh dugaan pelanggaran hukum, termasuk potensi korupsi dan pelanggaran izin di balik operasi tambang tersebut.
Buni Yani secara terbuka menyebutkan pentingnya menelusuri informasi yang selama ini berseliweran di media sosial, termasuk dugaan keterlibatan keluarga mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia merujuk pada dua kapal pengangkut nikel yang konon menggunakan nama “Jokowi” dan “Iriana”, yang disebut-sebut beroperasi di sekitar wilayah tambang Raja Ampat.
“Langkah tegas Prabowo patut diapresiasi, tapi publik menuntut lebih. Jangan berhenti di pencabutan izin saja. Penegakan hukum harus menyasar kemungkinan korupsi dan dugaan keterlibatan keluarga penguasa sebelumnya,” ujar Buni Yani kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).
Lebih lanjut, Buni Yani menyatakan, rakyat akan mendukung penuh jika Prabowo berani mengambil langkah hukum tanpa ragu terhadap siapa pun, termasuk mantan lingkar kekuasaan.
“Prabowo tidak perlu takut pada Jokowi dan geng Solo. Ini saatnya menunjukkan siapa pemimpin sejati. Rakyat ada di belakangnya,” katanya.
Buni Yani juga menekankan bahwa tak ada yang terlalu sulit dalam penegakan hukum, selama ada kemauan politik dari penguasa tertinggi negeri ini. Tabik..!!!

(ed/ewindo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.