DPR RI Bungkam soal ‘Surat Maut’ Dirut PHE
ENERGYWORLD.CO.ID — Lembaga legislatif tak bersuara saat dimintai tanggapan terkait surat penunjukan Fransjono Lazarus sebagai Project Expert oleh Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Chalid Said Salim.
Surat perintah yang disebut-sebut sebagai “surat maut” itu kini menjadi sorotan tajam karena diduga membuka celah penguasaan proyek strategis bernilai triliunan rupiah.
Sejumlah anggota DPR yang dihubungi pada Senin, 23 Juni 2025, memilih diam.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Dony Maryadi Oekon, anggota Komisi XII DPR RI, Dr. H. Mulyanto M. Eng., dan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, tidak merespons pertanyaan yang dilayangkan Riau Satu melalui pesan WhatsApp hingga berita ini diturunkan.
Penunjukan Fransjono oleh Chalid berdasarkan Surat Perintah Nomor Prin-012/PHE00000/2025-S8 tertanggal 17 Maret 2025.
Dalam surat itu, Fransjono diberi tujuh mandat kerja, tiga di antaranya dinilai sangat strategis karena menyentuh area pengadaan barang dan jasa, serta evaluasi organisasi Supply Chain Management (SCM) di seluruh Subholding Upstream.
“Ini berisiko menyingkirkan peran VP SCM yang memiliki fungsi vital dalam sistem pengadaan. Fransjono bisa langsung memberi rekomendasi kepada Dirut, memotong struktur formal,” kata Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Hengki Seprihadi, Sabtu (21/6/2025).
SCM PHE diketahui membawahi pengadaan bernilai jumbo di sejumlah anak usaha seperti Pertamina Hulu Rokan (PHR), Pertamina Hulu Mahakam (PHM), dan Pertamina EP (PEP).
Dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025–2029, nilai belanja modal (capex) yang dikelola disebut mencapai USD 67,4 miliar atau sekitar Rp1.112 triliun.
“Nilai ini sangat besar. Wajar bila publik mempertanyakan potensi sentralisasi kekuasaan atas pengadaan,” kata Hengki.
CERI juga mengaitkan penunjukan Fransjono dengan rekam jejaknya saat menjabat EVP Business Support di PHR pada 2022–2023.
Saat itu, menurut Hengki, terdapat sejumlah indikasi pengaturan lelang yang kini tengah ditelisik secara internal oleh Pertamina.
“Fransjono dan beberapa pejabat PHR bahkan sempat diperiksa Komite Audit pada 2023. Perlu dicatat, saat itu Chalid adalah Dirut PHR, atasan langsung Fransjono,” ucapnya.
CERI menduga penunjukan Fransjono adalah bagian dari skenario penguasaan proyek-proyek besar oleh satu kelompok tertentu.
Hengki menyebut ada keterlibatan pihak eksternal, termasuk tokoh berinisial NZ yang diduga berperan mengamankan proses hukum.
Hengki menyebut ada keterlibatan pihak eksternal, termasuk tokoh berinisial NZ yang diduga berperan mengamankan proses hukum.
“Isu yang beredar menyebut NZ punya peran penting di balik manuver ini. Situasi ini memicu keresahan di internal PHE dan anak usahanya,” ujar Hengki.
Saat ini, Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah menyelidiki dugaan kerugian negara hingga Rp70 triliun dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. PHE disebut menjadi salah satu subholding yang masuk dalam radar penyidikan.
CERI mengaku telah mengirim surat klarifikasi resmi kepada Chalid sejak 19 Juni 2025, namun belum menerima balasan hingga naskah ini disusun.
Jawaban PHE
Merespons polemik ini, manajemen PHE akhirnya buka suara. Senior Manager External Communication and Stakeholder Relations PHE, Fitri Erika, mengatakan bahwa penunjukan Fransjono dilakukan sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG).
“Keputusan ini diambil demi kebutuhan organisasi dan efisiensi proyek. Proses pengawasan internal tetap berjalan,” kata Erika, dikutip dari TVOne News, Ahad, 22 Juni 2025.
Namun hingga kini, transparansi atas mandat dan potensi konflik kepentingan dalam penunjukan Fransjono masih menjadi tanda tanya. Sementara parlemen, yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, justru bungkam. *”
RIAUSATU.COM