Penambangan Menuju Transformasi Industri Strategis
Oleh IMAM WAHYUDI (iW) *)
MELIRIK subtema “Menambang Potensi — Menggerakkan Ekonomi”, membuat penulis tergelitik. Tak serta-merta pada pesan membahana, sarat makna dan berhasil guna. Dunia penambangan dan potensi terkandung, tampak belum menjadi dunia insan Indonesia. Tak kecuali dalam konteks “menggerakkan ekonomi” anak bangsa.
Kegiatan penambangan masih menjadi barang asing bagi kalangan angkatan kerja. Belum menjadi “bingkai” sekadar obrolan keseharian. Masih berjarak dengan ruang kerja semata di depan mata. Serabutan dan cenderung “asal kerja” hingga argumen klasik, demi survival kekinian. Pesan potensi penambangan haruslah lebih masif digulirkan di ruang publik. Meliputi semua kalangan angkatan kerja. Tak melulu menyasar latar dan disiplin ilmu. Maka sejatinya, potensi menggerakkan ekonomi lewat industri penambangan itu ada dan terbuka bagi semua anak negeri.
Potensi dan Manfaat Kekayaan
NEGERI ini bertajuk kaya sumber daya alam. Sungguh menjanjikan kemakmuran seutuhnya bagi sebanyak-banyaknya seluruh warga negara. Presiden Prabowo Subianto menguatkan kejaran kemandirian energi. Bersandar pada amanat pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Kemakmuran yang berkeadilan.
Betapa tidak, Indonesia berada di kawasan Ring of Fire (cincin api -pen) yang menjanjikan sumber kekayaan mineral. Potensi harta di perut bumi sebagai hasil dari proses geologi subduksi. Pergerakan antardua lempeng tektonik. Potensi itu antara lain berupa logam emas, tembaga, dan nikel. Batubara pun melimpah, meski trend tengah menurun — sejalan berlaku transisi ke arah energi terbarukan. Lantas, nikelmenjadi primadona kekinian – menyusul peran pentingnya dalam industri baterai kendaraan listrik (EV, electric vehicle). Indonesia tercatat penghasil nikel terbesar dunia. Tingkat kontribusinya setara 42% dari total pasokan global (ESDM, 2025 dalam CMBC Indonesia, 2025).
Sebaran sumber daya nikel berada di Morowali, Konawe (Sulawesi Tenggara), Halmahera (Maluku Utara), Sulawesi Tengah dan Papua Barat. Pertanyaan berulang tentang “bagaimana Indonesia bisa dan mampu memanfaatkan kekayaan ini secara berkelanjutan?” Sudah saatnya menjadi keharusan fokus dalam membangun sistem kelola. Bukan cuma “nyaman” sebagai “penyedia dan atau pemasok bahan mentah dunia”.
Ilustrasi-industri-pertambangan-Foto-Kemkominfo~2
Tantangan Industri Tambang
CATATAN penulis, sejumlah banyak mineral mentah Indonesia masih diekspor. Dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Karenanya, kebijakan tentang larangan ekspor bijih nikel mentah sejak 2020 – harus ditindaklanjuti secara seksama. Hal di atas bertujuan mendorong pembangunan smelter dalam negeri.
Adalah tempat mengekstraksi atau proses pemurniaan logam dari bijihnya, agar bernilai jual lebih tinggi. Lebih menguntungkan bagi fiskal negara. Pada gilirannya adalah menggerakkan ekonomi. Setara tantangan, justru sebagian besar smelter dibangun dengan teknologi dan modal asing. Pun melibatkan tenaga kerja asing. Karenanya, penting dan mendesak untuk mendorong kebijakan tentang Alih Teknologi dan Transfer Knowledge ke sumber daya manusia (SDM) skala lokal.
Secara simultan berlangsung dukungan pendidikan vokasi dan riset nasional. Tentu saja untuk kepentingan teknologi tambang dan metalurgi (proses ekstraksi atau pemurnian -pen). Hemat penulis, transformasi kebijakan beasiswa harus lebih adaptif, terarah dan mampu menjawab kebutuhan nasional. Utamanya beasiswa yang bersumber dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan RI. Transformasi kebijakan, hendaknya tak hanya menyasar akses pendidikan tinggi. Tapi juga menjadi instrumen kunci dalam mendorong orkestrasi sumber daya untuk transformasi industri strategis.
Kebijakan Menteri Pendidikan Tinggi Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Brian Yuliarto, patut disambut baik dengan implementasi memadai. Keutamaan transfer teknologi lewat program “Diktisaintek Berdampak”. Di luar kebijakan itu, masih ditemukan kendala dalam mengakses informasi dan kegiatan penambangan. Tak cukup transparansi dari pihak perusahaan dan pemerintah, di balik minim kesadaran masyarakat.
Padahal mereka, sejatinya berhak mendapatkan informasi seputar pengelolaan sumber daya alam. Peningkatan literasi publik tentang sektor pertambangan nasional, sangatlah dinantikan. Tak kecuali nilai tambah yang menggelitik minat berlabuh. Sejalan potensi menggerakkan ekonomi, hendaknya berlaku evaluasi komprehensif seputar penambangan.
Antara lain tantangan keberadaan tambang yang cukup banyak dimiliki oleh swasta asing. Pun, struktur kepemilikan yang ditengarai tidak cukup transparan. Hal potensial tidak berpihak pada pembangunan jangka panjang nasional. Solusi ke arah reformasi kebijakan perlu ditempuh.
Meliputi aspek pengawasan perizinan kegiatan tambang, penguatan peran BUMN (Badan Usaha Milik Negara) bidang tambang. Spesifik MIND ID (Mining Industry Indonesia), PT Antam dan Inalum. Pada gilirannya, berlaku prinsip Value for Nation — hendaknya lebih utama dibanding sekadar profit for investor. Cag..!! *
*) – jurnalis senior, anggota PWI. – karya jurnalistik MediaMIND 2025.