Tender Pengolahan Limbah di Pertamina Hulu Mahakam Katanya Dikawal SKK Migas dan Jamintel, Kenapa Jadi Post Bidding?
ENERGYWORLD.CO.ID – Sejak 27 Februari 2025 silam, Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) telah mencium aroma tak sedap terhadap proses tender Penyediaan Pengelolaan Limbah Pengeboran di PT Pertamina Hulu Mahakam. Tender itu dicatat dengan nomor SA04022611A. Proses prakualifikasi dimulai sejak 6 Desember 2023 hingga 13 Desember 2023. Aneh dan lucunya hingga saat ini, belum jelas tahapan status tendernya.
Bahkan temuan terbaru CERI terindikasi Panitia Tender diduga melakukan praktik yang melanggar aturan, yaitu “post bidding”.
KPK dan Kejagung sesuai harapan Presiden Prabowo Subianto di acara Munas ke-VI PKS, diharapkan segera menelisik informasi ini untuk menyelamatkan potensi kerugian negara, CERI bersedia setiap saat memberikan keterangan dan data data terkait hal ini.
Sebab, adanya Surat Perintah Penyidikan nomor : Prin-27/F.2/Fd.1/08/0224 tanggal 29 Agustus 2025 untuk mengembangkan penyelidikan tata Kelola Minyak di PES ( Petral Energy Service) dan ISC (Integrated Supply Chain) 2007 hingga 2017 untuk mengembangkan kasus Tata Kelola Minyak Mentah dan BBM periode 2018 hingga 2023 ternyata tak efek membuat jera bagi pemain di sektor hulu dan hilir migas.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Rabu (1/10/2025) di Jakarta.
“Bukti awalnya sudah pernah kami beberkan melalui surat CERI Nomor 09/EX/CERI/II/2025 tanggal 27 Februari 2025 yang ditujukan kepada Panitia Tender dengan tembusan ke 7 Stake Holder Migas,” ungkap Yusri.
Lanjut Yusri, terkait proses tender di PT Pertamina Hulu Mahakam yang merupakan anak usaha PT Pertamina Hulu Indonesia dan cucu dari Sub Holding PT Pertamina Hulu Energi, meskipun nilai proyek ini hanya sekitar Rp 700 miliar saja, tetapi dari kabar yang beredar sesama pengusaha, masing-masing konsorsium membawa backing tingkat dewa untuk memenangkan paket ini dan membuat Panitia Tender terkesan ketakutan alias bingung untuk memutuskan perusahaan pemenang sesuai GCG di lingkungan Pertamina.
“Pertarungan ini sepertinya bukan hanya soal nilai paketnya, akan tetapi lebih bersifat harga diri, siapa pemenangnya akan menentukan siapa penguasa di kawasan tersebut termasuk rencana tender ke depan oleh KKKS lainnya di kawasan itu,” beber Yusri.
Ironisnya, lanjut Yusri, ada pihak yang menjual nama-nama pejabat di SKK Migas, pejabat di Kejagung, anggota DPR RI, Trunojoyo 1 hingga anggota komisaris yang bekerja sama dengan mantan redaktur. Bahkan sampai ada yang menjual nama kelompok adeknya Presiden yang katanya berada di salah satu perusahaan konsorsium yang ikut tender ini.
“Ini suatu hal yang luar biasa. Targetnya ingin memenangkan jagoannya dengan berbagai cara, hingga ada sampai terindikasi melanggar GCG Pertamina, termasuk melanggar Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa sesuai aturan PTK nomor 007/SKKIA0000/2023/S-9 rev ke 5, karena PT PHM dikelola dengan skema cost recovery,” imbuh Yusri.
Entah benar atau tidak bisik-bisik di atas tersebut, kata Yusri, tetapi kenyataannya hampir semua pejabat atasan dari Panitia Tender di PHM dan PHI tampaknya berada di bawah tekanan kelompok dewa-dewa tersebut.
“Ini jika ini benar, tentu contoh kecil bisa mengganggu target kehidupan migas nasional dan Presiden harus memberikan atensi khusus kepada Dirut Pertamina (Persero) Simon Alysius Mantiri atas praktik tidak sehat yang banyak terjadi di Sub Holding Pertamina,” ungkap Yusri.
Dijelaskan Yusri, CERI sejak Februari 2025 telah mencium adanya indikasi intervensi tak sehat dengan mengirim surat resmi kepada Tim Tender dengan tembusan ke pemangku kepentingan terkait.
“Tapi sepertinya surat CERI diabaikan meskipun saat ini sudah mulai terbukti apa yang dulu sudah menjadi kekhawatiran kami,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, berlarut-larutnya penentuan pemenang tender ini diduga kuat sebagai modus ingin memberikan keuntungan besar bagi perusahaan konsorsium yang saat ini telah berkontrak dengan PT Pertamina Hulu Mahakam melalui mekanisme amandemen kontrak dengan alasan proses tender yang sudah dijalankan sejak Desember 2023 hingga saat ini jalan di tempat alias belum ada pemenangnya.
“Menurut informasi yang diperoleh CERI, konsorsium yang ditunjuk sebagai pelaksana kerja sejak tahun 2019 hingga saat ini, merupakan hasil proses tender singel bidder tanpa kompetisi sebagai pembanding harga yang wajar sesuai OE (Owner Estimasi). Ini sangat berpotensi merugikan keuangan negara,” ulas Yusri.
Berdasarkan pengunguman Panitia Tender Pertamina Hulu Indonesia tgl 2 Februari 2024, kata Yusri, dari hasil seleksi prakualifikasi, diperoleh 6 peserta yang lulus yang bisa mengajukan proposal teknis dan harga.
“Adapun keenam konsorsium yang ikut menawar adalah konsorsium PT Triguna Pratama Abadi – PT Pertamina Patra Niaga, Konsorsium PT Tenang Jaya Sejahtera – PT Putra Restu Abadi – PT Lancar Abadi Indonesia, Konsorsium PT Multi Hanna Kreasindo – PT Scomi Oil Tools, Konsorsium PT Solusi Bangun Indonesia dengan PT Mitra Tata Lingkungan Baru, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri dan PT Pengelola Limbah Kutai Kartanegara,” beber Yusri.
Dijelaskan Yusri, setelah pre bid meeting pertama dan kedua pada 5 November 2024 dan 10 Februari 2025, keenam peserta telah memasuki dokumen administrasi, teknis dan penawaran harga mulai 29 November 2024, 24 Februari 2025 hingga 3 Maret 2025 dengan batas berakhirnya waktu penawaran 1 Juli 2025.
“Mengingat batas waktu akan terlampaui, Panitia Tender sebelum 1 Juli 2025 telah membuat surat pemberitahuan kepada semua peserta tender bahwa batas waktu penawaran tender tersebut diperpanjang hingga 31 Agustus 2025, kepada semua peserta disarankan memperbaiki batas waktu dan memperpanjang jaminan penawaran atau bid bond,” ungkap Yusri.
Dijelaskan Yusri, alasan tertundanya itu, akibat PT PHM belum memiliki Persetujuan Teknis Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait surat Menteri Lingkungan Hidup atau Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI nomor S.09/A/G/PLB.3.0/B/1/2025 tanggal 10 Januari 2025 kepada Menteri ESDM perihal : Kebijakan Total Petroleum (TPH) 0 % kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke Laut pada industri migas.
“Jika tidak salah, kami menafsirkan surat Menteri Lingkungan Hidup ke Menteri ESDM adalah diberikan relaksasi kandungan TPH sampai 10 ppm untuk limbah serbuk bor berbahan dasar air atau water base mud,” beber Yusri.
Padahal, kata Yusri, prebid Meeting dan Sub Mission Tender ditetapkan mulai 5 November 2024 hingga 3 Maret 2025, yaitu dua bulan setelah surat Menteri Lingkungan Hidup ke Menteri ESDM.
“Seharusnya Panitia Tender dan staf dari Deputy Dukungan Bisnis SKK Migas mendapat kesempatan lebih awal merevisi dokumen tender dalam kurun waktu sebelum batas akhir penyerahan, entah alasan atau pertimbangan apa hal ini tidak dilakukan,” ungkap Yusri.
Anehnya, sambung Yusri, panitia tender diduga malah melalukan post bidding dengan tahapan awal mengeluarkan undangan nomor SA04022611A/VIII/2025/S-07 tanggal 11 Agustus 2025 dengan judul Undangan Rapat Pemberian Penjelasan Pemutakhiran Data Tender kepada keenam peserta pada tanggal 19 Agustus 2025 pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB di gedung PT Pertamina Hulu Indonesia, acara Penyampaian Dokumen Timeline Respon pada SMART by GEP pada 2 September 2025 pukul 14.00 WIB.
Kegiatan inilah yang kami duga adalah post bidding yang dilarang berdasarkan aturan Pedoman Tata Kerja (PTK) nomor 007/SKKIA0000/2023/S-9. Seharusnya Panitia Tender cukup melakukan pemutakhiran data sesuai Pertek Kementerian Lingkungan Hidup tanpa harus mewajibkan tender menyampaikan dokumen peserta penawaran (post bidding). Sebab, Pertek LH tidak melakukan pekerjaan, hanya mengurangi volume saja, karena surat Menteri Lingkungan Hidup mensyaratkan untuk membantu berdasarkan dasar air atau water base mud bisa ke laut jika semua syarat terpenuhi, bukan hanya kandungan minyak 10 ppm saja,” ungkap Yusri.
Sehingga, lanjut Yusri, dalam evaluasi teknis dan harga penawaran, Panitia Tender seharusnya bisa mencoret atau harga mengurangi penawaran dari volume yang dikurangi akibat adanya Pertek LH tanpa mengubah harga satuan yang sudah disampaikan terakhir kali oleh semua peserta pada 3 Maret 2025 agar semua peserta berkesimpulan bahwa proses tendernya dilakukan secara fair, transparan dan akuntable, bukan seperti bajak laut.
Menurut Yusri, post bidding dalam tender adalah praktik yang melanggar hukum dan etika, yaitu melakukan perubahan, penambahan, penggantian, atau pengurangan dokumen pengadaan atau dokumen penawaran setelah batas waktu pemasukan penawaran yang ditetapkan, baik oleh peserta lelang maupun panitia/pokja.
Yusri menegaskan, praktik ini dapat menimbulkan persaingan tidak sehat, persekongkolan, dan bertentangan dengan prinsip transparansi dan keadilan dalam proses tender, serta melanggar Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“CERI tetap terus mencermati proses tender ini titik mau kemana, jika menemukan penyimpangan dari aturan yang ada dan merugikan negara, kami pastikan CERI akan melaporkan secara resmi ke APH sampai dengan akan menggugat produk tender ini ke Pengadilan,” pungkas Yusri.(*)