Cukai Rokok Akhirnya Terkuak Oleh Purbaya
Oleh : Salamuddin Daeng
Sekarang orang mulai mengerti bahwa pajak di semua titik menyebabkan perekonomian tercekik, industri hancur. Kebijakan menaikkan pajak disaat Deindustrialisasi membuat rasio pajak atau jumlah pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) semakin menurun. Mungkin itu memang tujuan kebijakan ini di masa lampau, di pemerintahan yang lalu, yakni membuat negara bergantung pada utang luar negeri.
Menteri Keuangan yang baru Purbaya melanjutkan pernyataannya. Selanjutnya soal bea cukai rokok. Meningkatnya cukai rokok telah membuat industri rokok gulung tikar, terutama industri kecil dan menengah. Kebijakan menaikkan bea masuk disebut sebagai kebijakan Firaun oleh Purbaya. Siapa Firaun? Pemerintah yang melakukan bea cukai tanpa memperhatikan kemampuan industri tembakau nasional.
Kebijakan menaikkan bea cukai ini menyebut Purbaya sebagai biang kerok dari banyaknya rokok ilegal. Tentu saja karena UMKM rokok dan tembakau tidak sanggup membeli pita cukai agar dapat memproduksi rokok. Karena tidak dapat membeli bea cukai kepada Pemerintah, atau membeli bea cukai kepada Menteri Keuangan, akhirnya banyak UMKM yang mebuat rokok tanpa bea cukai. Inilah uang disebut rokok ilegal.
Membuat rokok itu memang mudah, kalau tidak mampu membayar bea masuk karena pita bea cukai mahal dan selalu naik tiap tahun, maka masyarakat akan membuat rokok sendiri. Caranya dengan tingwe alias *_ngelinting dewe*_ setelah itu tinggal *_diudut*_ atau dirokok. Tembakau pun tinggal ditanam sendiri. Namun kini penanaman tembakau telah banyak dilarang melalui agenda alih fungsi tanaman yang menjadi kebijakan banyak pemerintah daerah yang didukung gerakan asing anti rokok dan anti tembakau.
Gebrakan Menteri Keuangan Purbaya untuk membangkitkan kembali industri nasional dimulainya kebijakan cukai rokok. Caranya cukai rokok harus diungkap. UMKM yang memproduksi rokok dibantu mengurus cukai dengan benar. Kalau bagi bea cukai UMKM sekarang masih mahal, maka Pemerintah harus membantu UMKM tersebut. Dengan demikian maka industri tembakau diharapkan tumbuh bersama, yang besar tumbuh, yang kecil dan menengah juga tumbuh. Sesuai teori berbaginomic.
Usaha memulihkan kembali industri adalah jalan terbaik untuk meningkatkan penerimaan negara. Bukan dengan menaikkan pajak atau bea cukai, namun dengan membuat ekonomi tumbuh, industri nasional tumbuh. Dengan demikian maka penerimaan negara semakin bertambah. Maka usaha mencapai ketahanan fiskal akan terwujud. Artinya negara tidak bergantung pada utang sebagaimana waktu lalu.
Memulai reindustrialisasi nasional dengan memulai dari tembakau adalah langkah yang jitu. Karena industri rokok adalah satu-satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Terintegrasi mulai dari memasang tembakau, pabrik rokok, perbankan dan keuangan tembakau, sampai ke perdagangan tembakau internasional. Rantai industri yang panjang, nilai tambah yang banyak dan luas. Karena tembakau Indonesia memang tidak ada duanya di dunia.
Ingat sejarah! Dulu penjajah datang ke Indonesia berburu tembakau. Sampai sampai tembakau bahkan menjadi jangkar keuangan global pada masanya. Seperti emas, seperti minyak, seperti crypto saat ini. Sekarang penjajah mau menghancurkannya, supaya seluruh tembakau kita impor, supaya semua pabrik rokok dikuasai modal asing, industri rokok kita gulung tikar, supaya penerimaan negara menurun, supaya negara bergantung pada utang.
Langkah Menkeu Purbaya harus konsisten. Memulai dari tembakau dan industri rokok adalah langkah yang tepat. Indonesia masih menjadi pemain ke-4 terbesar di dunia dalam produsen tembakau. Hampir separuh kebutuhan tembakau berasal dari impor. Saatnya menanam tembakau dimulai kembali. Dari Tembakau Sumatera Deli sampai tembakau virginia terbaik lombok dan tembakau Sumbawa yang dahsyat. Ayo tanam tembakau kembali! Jangan lupa berbaginomic ala Presiden Prabowo.