Home Kolom MENTERI PERTANIAN PUSING, BANYAK GANJALAN

MENTERI PERTANIAN PUSING, BANYAK GANJALAN

42
0

MENTERI PERTANIAN PUSING, BANYAK GANJALAN

oleh Memet Hakim, pengamat sosial, Wanhat APIB dan APP TNI

Pidato Prabowo di PBB, banyak mendapat pujian dari berbagai negara, diantaranya tentang swasembada pangan. Bahkan Prabowo ingin agar Indonesia menjadi lumbung pangan. Nah apakah Indonesia sudah siap? Apakah bisa, tentu saja penjelasannya bisa jika serius penanganannya semua yang terkait mendukung. Rasanya belum sesiap itu, jika melihat data statistik dibawah ini.

Tabel Luas Bahu Sawah & Luas Sawah Nasional 2020-2025

Kita harus akui bahwa tidak semua menteri, direktur Bank, Bulog menginginkan kesuksesan Prabowo dalam program ini, banyak tantangan yang dibuat oleh kabinet itu sendiri yang berpikir sempit dan tidak mementingkan masalah keamanan negara.

Wajar jika Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, pusing, sering dijegal oleh anak buahnya dan pihak lain yang tidak ingin program Ketahanan sukses. Amran tidak usah malu bertanya pada para seniornya yang pernah sukses di masa orde baru. Dulu mereka bekerja dengan sistem dan rencana yang jelas, karena masih memiliki GBHN (Garis Besar Haluan Negara). Sekarang semua pemikirannya lebih singkat, untuk beberapa tahun ke depan, tetapi Prabowo memiliki visi jauh ke depan, ingin agar Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.

Nah ini mau tidak mau Menteri Pertanian, harus mengerahkan semua potensi yang ada termasuk yang diluar izinnya melalui koordinasi dan evaluasi yang rutin. Lahan sawah baku yang selama ini diganggu oleh para pengembang misalnya harus distop dengan surat Kepurusan Mendagri tau Keppres “Lahan Sawah Abadi”. Lahan sawah ini tidak boleh berkurang dan harus bertambah.

Bulog, Bank dan Koperasi yang di luar kendali Menteri pertanian harus diajak kerja sama untuk menyerap gabah Kering panen dengan harga yang lebih pantas, agar petani merasa diuntungkan dan lebih termotivasi dalam menanam padi. Perusahaan non pri tidak boleh ikut serta dalam urusan bisnis pangan ini. Impor & ekspor hanya dilakukan oleh BUMN atau Koperasi yang didukung oleh pihak perbankan.

Secara teknis dengan luas sawah baku seluas sekitar 7.5 juta ton sementara ini dapat memenuhi kebutuhan konsumsi nasional dan cadangannya, jika oroduktivitas rata-ratanya mencapai 3.8 ton beras dari 3 ton beras/ha.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan produktivias ini sbb :

1. Jika Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 59 Tahun 2019 masih mengatur Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, diperlukan Kepres yang lebih tegas untuk melarang peralihan fungsi lahan baku sawah menjadi Kawasan pemukiman. Pengembangan kota hanya dilakukan di daerah non pangan, seperti tanah darat dan tanah berbatu atu yang tidak subur.

2. memperbaiki saluran irigasi agar luas sawah yang dapat ditanami 2x bertambah

3. Meningkatkan konversi Gabah Kering Panen menjadi sebesar 6.46 % dari realisasi saat ini dari 57.5% menjadi 64 % sesuai dengan pedoman teknis yang ada. Artinya kehilangan saat pengolahan (losses) ditekan sedapat mungkin. Langkah ini dapat meningkatkan produktivitas sebesar 1,96 juta ton beras per tahun

4. Meningkatkan produktivitas dengan Intensifikasi Massal (INMAS), melakukan kembali Gerakan ini dengan memanfaatkan para Siswa san Siswa SMK Pertanian di seluruh Indonesia untuk memberikan penyuluhan di lapangan. Langkah ini diprediksi dapat meningkatkan produktivitas sebesar 5%, namun tentu saja tidak akan berat. Langkah ini dapat meningkatkan produksi beras Nasional sebesar 1.51 juta ton /tahun. Langkah ini mungkin jadul, tetapi masih efektif dijalankan.

5. Akselerasi Penggantian Varitas unggul dengan varitas terbaru yang reratanya potensi mencapai 4.5 ton beras/ha, jika dalam tempo 5 tahun meningkat sebesar 0.4 ton beras/ha yaitu dari rerata 2.90 ton/ha menjadi 3.30 ton/ha tentu bukan hal yang sulit.

6. Penyediaan nilai pupuk bersubsidi agar lebih mudah diakses dan diperoleh, sehingga petani dapat memperoleh waktu dan jumlah yang tepat sehingga produktivitas akan meningkat.

7. Perlu pengaturan lagi fungsi Bulog dan Organisasi Petani agar Harga Pembelian Pemerintah (HPP) oleh Bulog lebih realistis dan membuat petani bergairah kembali menanam padi. Bulog harus dapat menerima Gabah Kering saat petani panen, untuk itu Bulog harus menyiapkan mesin pengering di setiap Kecamatan penghasil beras & Jagung. Ingat Bulog itu BUMN tetapi dilukiskan bukan mencari keuntungan semata.

8. Memberikan pedoman Harga GKP minimal 50 % dari harga pasar, motivasi petani untuk menenam padi akan meningkat, semua pihak akan mendapat keuntungan.

9. Revitalisasi koperasi di Desa, Kecamatan, Kabupaten sampai Provisi agar menjadi ujung tombak dalam penerimaan hasil Gabah petani dan sekali gus menjadi ujung tombak yang menyebarkan sembako di daerah. Koperasi di daerah pangan harus memiliki fasilitas pengeringan gabag dan jagung dan berfungsi sebagai lumbung desa. SDM koperasi harus disiapkan, koperasi bukan alat untuk memperkaya diri, ini harus dijaga oleh seluruh pemangku kepentingannya

Proyek pengembangan sawah 1 juta ha di lahan gambut, diperkirakan hanya mengembalikan kegagalan yang pernah dialami. Upaya terobosan ini memang harus diapresiasi, tetapi memang sangat rawan gagal. Walaupun lahan tersedia banyak sekali kendalanya terutama tenaga kerja, walaupun digunakan secara mekanisasi penuh, membutuhkan tenaga yang kuat dan modal yang besar. Sebaik nya pemerintah menyiapkan infra strukturnya, peralatan mekanisasi, fasilitas pengeringan, Bulug, Bank, koperasi, pelatihan dan transmigrasi khusus, pelaksananya biarlah para petani itu sendiri yang melakukakannya. Dengan demikian akan menyerap tenaga kerja antara 1-2 juta orang.

Pengembangan sawah dapat dilakukan sedikit-sedikit tetapi di seluruh arean pangan, jika kecamatan masih diberi tugas membangun 10 ha sawah baru, maka akan dibangun 35 provinsi x 10 kabupaten dan setiap kabupaten 15 kecamatan, maka ada 52.500 ha sawah dibangun setiap tahun. Pola ini tidak spektakuler tetapi lebih realistis. Dalam 5 tahun akan terbangun 525.000 ha sawah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selain padi dan jagung, sagu dapat mulai dibudidayakan. Gandum yang setiap tahun impornya sekitar 29 trilyun, seharusnya mulai dikurangi, karena sorgum Indonesia cocok ditanam di Indonesia. Biarlah uang itu beredar dan menambah pendapatan petani di negeri ini.

Bandung, 28 September 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.