Home Kolom KAYA-RAYA SILAKAN, TAPI BUKAN DARI HASIL MERAMPOK HARTA MILIK RAKYAT

KAYA-RAYA SILAKAN, TAPI BUKAN DARI HASIL MERAMPOK HARTA MILIK RAKYAT

19
0

KAYA-RAYA SILAKAN, TAPI BUKAN DARI HASIL MERAMPOK HARTA MILIK RAKYAT

Katanya kekayaan Haji Isam, pengusaha Kalimantan, meroket hingga tembus menjadi Rp 100 Triliun.

Takjub? Bangga? Tunggu dulu. Haji Isam bukan satu-satunya orang yang kaya-raya, khususnya dari hasil mengeksploitasi sumber-sumber daya alam milik rakyat.

Ya. Indonesia adalah negeri kaya-raya. Gunungnya menjulang. Hutannya rimba-raya. Perut buminya penuh dengan emas, batubara, minyak, gas, nikel, dll. Ada pula jutaan hektar kebun kelapa sawit, yang sebagian besarnya ditanam di atas jutaan hektar lahan bekas hutan yang dibabat habis.

Siapa yang menikmati? Yang menikmati semua kekayaan alam tersebut bukan rakyat, tetapi segelintir taipan. Jangan salah. Ini bukan ironi. Ini adalah kriminal yang dilegalkan.

Lihatlah para raksasa konglomerat. Ada Prajogo Pangestu dengan Barito Pacific, Low Tuck Kwong dengan tambang batubara Bayan Resources, Sukanto Tanoto dengan RGE (pulp & paper, sawit), keluarga Widjaja dengan Sinar Mas, Anthoni Salim dengan IndoAgri, Martua Sitorus (co-founder Wilmar), Bachtiar Karim (Musim Mas). Termasuk “raja-raja” lokal semacam Haji Isam (Andi Syamsuddin Arsyad) di Kalimantan, yang dikenal luas sebagai penguasa tambang batubara di Tanah Borneo. Mereka semua menumpuk kekayaan dari sesuatu yang sejatinya bukan hak milik pribadi: kekayaan alam (SDA) yang dalam Islam termasuk kategori milik umum (al-milkiyyah al-‘āmmah).

Islam jelas tidak pernah melarang umatnya kaya-raya. Sahabat Abdurrahman bin ‘Auf raḍiyallāhu ‘anhu dan Utsman bin ‘Affan raḍiyallāhu ‘anhu adalah di antara segelintir orang kaya dalam sejarah awal Islam. Namun, kekayaan mereka berasal dari sumber-sumber yang halal dan melalui cara-cara yang legal menurut syariah.

Yang diharamkan dalam Islam adalah seseorang menjadi kaya-raya dengan cara-cara ilegal, seperti merampok harta milik rakyat. Tambang emas, batu bara, minyak, gas, hutan rimba, laut dll; itu semua adalah milik rakyat, bukan milik pribadi. Rasulullah ﷺ bersabda:

«المسلمون شركاء في ثلاث: في الكلإ والماء والنار»
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api (sumber energi).” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Berdasarkan hadis ini: sumberdaya alam yang menjadi kebutuhan vital rakyat tidak boleh dimonopoli oleh swasta, apalagi dijual ke pihak asing.

Maka dari itu, para taipan yang kaya-raya dari tambang dan hutan sesungguhnya bukan entrepreneur cerdas seperti sering diagung-agungkan media. Mereka hakikatnya adalah “perampok kelas kakap” dengan jas rapi. Kalau maling ayam disebut kriminal, lalu mengapa maling batubara jutaan ton, misalnya, dianggap normal bahkan disebut “pengusaha sukses”?

Lalu, apa peran negara? Dalam sistem kapitalisme-demokrasi yang diagungkan, negara justru bertindak seperti makelar: menjual murah hutan dan tambang kepada oligarki. Adapun rakyat hanya kebagian pajak yang mencekik, subsidi yang dicabut dan harga kebutuhan pokok yang melonjak.

Padahal, sekali lagi, dalam Islam, tambang emas, batu bara, minyak dan gas adalah milik rakyat. Mewakili rakyat, negara mengelola semua SDA itu demi kepentingan seluruh umat. Sebabnya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

«الإمام راعٍ وهو مسؤول عن رعيته»
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).

Jadi, tugas penguasa dalam Islam adalah mengelola milik umum untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elit.

Karena itu, kaya-raya dari hasil tambang dan hutan (yang notabene milik rakyat) bukan prestasi, melainkan kriminal besar. Anehnya, di negeri ini, para kriminal itu dielu-elukan sebagai “sukses story” dan bahkan diberi panggung politik.

Maka dari itu, jangan salah tafsir. Banyak orang miskin di negeri ini bukan karena mereka malas. Namun, sistem Kapitalismelah yang membuat kaya-raya para perampok dan membuat ratusan juta rakyat melarat karena kekayaan milik mereka dirampok oleh para taipan. Inilah kezaliman struktural. Kezaliman semacam ini hanya bisa dihentikan jika negeri ini menerapkan syariah Islam secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan SDA.

MEREKA YANG KAYA-RAYA DARI HASIL EKSPLOITASI SDA

Konon, negeri ini disebut gemah ripah loh jinawi. Namun, kenyataannya, yang gemah hanyalah perut segelintir taipan, sementara rakyat cukup diberi sedikit bansos plus aneka tagihan pajak yang mencekik.

Lihatlah para raksasa kapitalis ini:

1. Prajogo Pangestu menumpuk harta sekitar Rp 522 triliun dari tambang, energi, dan hutan.

2. Low Tuck Kwong si “raja batubara” punya sekitar Rp 423 triliun.

3. Sukanto Tanoto dengan pulp & paper plus sawitnya menyimpan Rp 239 triliun.

4. Keluarga Widjaja (Sinar Mas/Golden Agri) mengoleksi Rp 293 triliun.

5. Anthoni Salim dengan IndoAgri dan bisnisnya membawa pulang Rp 198 triliun.

6. Martua Sitorus (co-founder Wilmar) sekitar Rp 56 triliun.

7. Bachtiar Karim (Musim Mas) sekitar Rp 64 triliun.

8. Haji Isam (Andi Syamsuddin Arsyad), penguasa tambang Kalimantan, dengan kekayaan perkiraan Rp 46 triliun (kini naik menjadi Rp 100 Triliun).

Tentu masih banyak yang lain.

Jika dijumlahkan, totalnya lebih dari Rp 2.000 Triliun. Lebih dari setengah APBN 2025. [ABI]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.