Feko Supriyadi, Direktur Gerakan Kedaulatan dan Ketahanan Energi (GAKKI)/am
Momentum Prabowo Merintis Ketahanan Energi Peluang Emas Indonesia Mengakhiri Ketergantungan Impor BBM
Oleh: Feko Supriyadi,Direktur Gerakan Kedaulatan dan Ketahanan Energi (GAKKI)
“Kedaulatan energi bukan sekadar slogan, melainkan harga diri bangsa.” Enam puluh delapan tahun usia Pertamina, namun wajah kemandirian energi Indonesia masih belum bercahaya.
Berdasarkan laporan resmi DPR RI tahun 2025, kebutuhan minyak mentah nasional mencapai 1,6 juta barel per hari (bbl/hari). Sayangnya, kapasitas kilang domestik hanya mampu mengolah sekitar 400 ribu bbl/hari.
Artinya, lebih dari 1 juta bbl/hari harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Ironi ini mencerminkan kenyataan pahit: bangsa kaya sumber daya alam masih bergantung pada impor untuk bahan bakar rakyatnya sendiri.
Masalah Lama yang Tak Kunjung Usai Persoalan ini telah berakar lama. Secara internal, Indonesia menghadapi keterbatasan kapasitas kilang, penurunan produksi minyak mentah, dan peningkatan konsumsi BBM yang tak seimbang. Infrastruktur energi belum terintegrasi, sementara beban subsidi BBM terus menekan keuangan negara. Kondisi eksternal pun memperburuk keadaan.
Fluktuasi harga minyak dunia dan penguatan dolar AS membuat impor BBM semakin berat. Dampaknya, neraca perdagangan migas terus defisit dan ketahanan ekonomi nasional pun tergerus.
Era Prabowo dan Momentum Baru
Kini, di tengah perubahan geopolitik global yang cepat, terbuka peluang besar untuk merintis kedaulatan dan ketahanan energi nasional. Negara-negara penghasil migas mulai mencari alternatif perdagangan di luar sistem dolar. Presiden Prabowo Subianto hadir dengan gaya kepemimpinan yang kuat dan tegas di panggung global — modal penting untuk mengembalikan marwah Indonesia sebagai bangsa mandiri energi.
Era Prabowo adalah momentum untuk membangun paradigma baru energi sebagai instrumen kedaulatan nasional, bukan sekadar komoditas ekonomi. “Energi adalah alat kedaulatan bangsa, bukan sekadar bahan bakar mesin ekonomi,”
Langkah Strategis dan Pengawasan Publik Peluang ini hanya akan berhasil jika diikuti dengan reformasi tata kelola migas nasional secara menyeluruh: mulai dari pemberantasan mafia energi, efisiensi kilang dan logistik, hingga pembangunan ekosistem energi terbarukan yang kuat.
Namun strategi tanpa pengawasan hanya akan menjadi slogan kosong. Karena itu, pelibatan civil society dalam pengawasan dan pengawalan kebijakan energi menjadi sangat penting. Transparansi publik adalah kunci agar kebijakan tidak tersandera oleh kultur birokrasi atau kepentingan oligarki.
Menatap Masa Depan Kedaulatan Energi Indonesia tidak kekurangan sumber daya alam. Yang kurang adalah keberanian politik dan kejujuran sistemik untuk menegakkan kemandirian energi. Kini, di bawah kepemimpinan Prabowo, bangsa ini memiliki kesempatan emas untuk meletakkan fondasi ketahanan dan kedaulatan energi yang sejati — bukan hanya untuk ekonomi, tetapi untuk masa depan bangsa yang berdaulat, berkeadilan, dan berdiri di atas kaki sendiri.
Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak selalu mencerminkan pandangan redaksi.