Home BUMN Pertamina Harus Berikan Ganti Rugi Secara Manusiawi

Pertamina Harus Berikan Ganti Rugi Secara Manusiawi

Kasus pipa minyak Pertamina Balikpapan

783
0

ENERGYWORLD.CO.ID – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengatakan, Pertamina harus manusiawi memberikan ganti rugi kepada masyarakat dan menjamin masa depan keluarga korban meninggal dunia akibat bocornya pipa minyak Pertamina di Teluk Balikpapan dan Penajam

“Sudah 10 hari sejak kasus itu sampai saat ini belum juga memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang berdampak dari bocornya pipa minyak Pertamina di Teluk Balikpapan. Kalau ditanya alasannya menunggu hasil investigasi yang sedang dilakukan,” kata Herman Khaeron di Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta Selasa (10/4).

Menurut Herman Khaeron, Rapat Komisi VII DPR RI pada hari Selasa (10/4) dengan Pertamina, Dirjen Migas dan KLH terpaksa ditunda pada Senin depan (16/4), karena pihak Pertamina belum siap untuk melaporkan akibat bocornya pipa minyak Pertamina di Teluk Balikpapan

Keluarga korban tentu harus dijamin masa depannya. Pertamina adalah BUMN, dan negara menugaskan Pertamina untuk menjalankan tugas di bidang perminyakan dan energi. Jadi kalau ada terjadi sesuatu, maka perhatian khusus kepada korban harus diprioritaskan dan diselesaikan,” tegas Herman.

Herman mengatakan, bentuk perhatian Pertamina bukan hanya terhadap yang lima orang korban meninggal saja, tetapi kepada masyarakat lain yang juga ikut dirugikan. Karena disekitar area yang terdampak terdapat  juga jaring dan kapal.

“Maka hal itu jangan dibiarkan, dan menghitungnya jangan terlalu lama. Seolah-olah ini mengulur-ulur waktu. Selesaikan segera dan jangan ditawar. Ini adalah persoalan rakyat, ini adalah hak pemilik negeri ini yang harus diperhatikan,” ujarnya.

Minyak yang tumpah adalah milik Pertamina. Oleh karenanya urusan yang terkait dengan korban itu menjadi urusan Pertamina. Terhadap persoalan kapal lain yang melego jangkar hingga menyebabkan terjadinya peristiwa dibalik itu.

“Di dunia perminyakan ada yang namanya ‘Emergency Response Plane’, minimal yang bisa dilakukan adalah sosialisasi pencegahan. Sementara dalam kejadian ini, baru diumumkan bahwa kebocoran itu berasal dari pipa Pertamina setelah tiga hari, berarti ada unsur kelalaian. Lantas dimana unsur yang harus diperkuat oleh Pertamina, safety security emergency respons plane harus betul-betul dikuasai,” tegasnya.

Menurut Herman, dalam waktu 6 jam, seharusnya sudah selesai. Area yang tercemar sudah diproteksi  dan tidak bisa dilalui oleh siapapun. Caranya bisa berkoordinasi dengan pihak Kepolisian, Angkatan Laut, dan pihak-pihak terkait untuk bisa memberikan informasi bahwa ada pencemaran yang berbahaya.

“Saya menemukan beberapa kasus yang selalu dianggap enteng, dianggap lebih penting ke dalam yakni pada pegawai atau karyawan, sementara kepada masyarakat luar terabaikan. Hal inilah yang harus diperbaiki ke depan. Sebagai bukti keseriusan Komisi VII atas kejadian ini, Komisi VII meminta Pertamina untuk memutuskan tidak ada lagi diskusi dan harus segera diberikan tunjangan yang memadai bagi masyarakat yang terkena dampak,” kata politisi  Partai Demokrat itu.

Sebelumnya Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, menyesalkan terjadinya  kebocoran pipa minyak Pertamina di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur pada 31 Maret 2018 lalu.

Menurutnya, dampak atas kejadian itu bukan hanya kepada kehidupan biota laut ataupun flora fauna yang ada, tetapi telah menyebabkan jatuhnya korban manusia meninggal dunia.

“Oleh karena itulah, Komisi VII merasa penting untuk datang melihat langsung guna mengetahui permasalahannya, dan solusinya ke depan seperti apa,” tegas Gus Irawan  di Balikpapan, Kaltim, Senin (09/4/2018).

Gus Irawan mengatakan, seharusnya hari itu Komisi VII DPR melakukan rapat kerja dengan Menteri Ristekdikti, namun terpaksa harus ditunda, karena Komisi VII merasa peristiwa kebocoran pipa Pertamina di Teluk Balikpapan itu sangat penting untuk segera mendapatkan perhatian.

“Kita bersepakat untuk mendalami persoalan ini. Kita ingin tahu apa solusi yang ingin diambil terkait dengan kejadian ini, supaya tidak terulang. Dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak, serta bagaimana bantuan kepada korban yang jatuh baik meninggal maupun kepada para nelayan yang tidak bisa melaut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” ujarnya.

Hingga hari ketiga pasca kejadian belum ada yang merasa bertanggungjawab atas musibah itu, lanjutnya. Oleh karena itulah Komisi VII perlu meninjau langsung untuk mengetahui solusi apa yang telah dilakukan Pertamina, karena sebelumnya pihak Pertamina sendiri membantah dengan menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan diakibatkan oleh bocornya pipa bawah laut milik Pertamina.

“Baru pada hari ke empat setelah kejadian, pengakuan itu ada. Saya membayangkan selama tiga hari sejak kejadian itu tidak melakukan apa-apa karena mereka tidak merasa bertanggungjawab. Kedatangan kita adalah untuk meninjau langsung  kondisi di lapangan, sekaligus untuk mendiskusikan solusi terbaik terkait dengan kejadian ini, dan tidak boleh kejadian serupa ini terulang kembali di masa depan,” tandas politisi F-Gerindra itu.

Ia juga menegaskan, semua yang terkait hukum harus diproses. Meski Komisi VII tidak ingin mencampuri proses hukum itu, tetapi Komisi VII ingin memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan, begitu pula dengan proses rehabilitasi yang terkait dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. | Edy/ewindo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.