ENERGYWORLDINDONESIA – BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI (BP MIGAS) dalam Press Release di awal tahun Tentang Penyelesaian Pelaksanaan Program Digitalisasi SPBU oleh PT Pertamina (Persero) menyebutkan bahwa Berdasarkan amanat Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2001 bahwa Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur, khususnya Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.
Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa untuk peningkatan akuntabilitas penyaluran Jenis BBM Tertentu yang merupakan komoditas yang diberikan subsidi sesuai Perpres No 191 Tahun 2014, Pemerintah berdasarkan hasil kesepakatan Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM, menugaskan PT. Pertamina (Persero) agar melaksanakan sistem pencatatan pendistribusian BBM di titik serah penyalur (SPBU) melalui implementasi program Digitalisasi SPBU (IT Nozzle), sebagaimana yang tercantum dalam
Surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN Nomor 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, hal peningkatan akuntabilitas data penyaluran Jenis BBM tertentu.
Program tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama digitalisasi SPBU antara PT. Pertamina (Persero) dan PT. Telkom Indonesia pada tanggal 31 Agustus 2018. Selain itu sesuai peraturan yang ada, volume Jenis BBM Tertentu hasil verifikasi BPH Migas menjadi dasar dalam perhitungan pembayaran subsidi oleh
Kementerian Keuangan, dimana jumlah biaya subsidi Jenis BBM Tertentu sebesar Rp. 16 Triliun untuk kuota Jenis BBM Tertentu tahun 2020, sehingga setiap bulannya BPH Migas memverifikasi dan menyetujui volume penyaluran Jenis BBM tertentu yang dilaksanakan oleh PT. Pertamina (Persero) mencapai sebesar Rp.1,3 Triliun/bulan. Oleh karena itu pentingnya akurasi pelaksanaan verifikasi Jenis BBM tertentu agar tepat sasaran, BPH Migas mengharapkan pemberlakuan IT nozzle yang mencatat setiap transaksi di SPBU lengkap dengan perekaman CCTV analytic yang mencatat nomor polisi secara otomatis.
Yang menarik dari rilis yang Redaksi terima bahwa saat ini hal yang mampu dikembangkan oleh PT Pertamina (Persero) dan PT Telkom Indonesia adalah pencatatan nomor polisi pada transaksi menggunakan input nomor polisi kendaraan menggunakan EDC (Electronic Data Capture).
Berkaitan dengan akuntabilitas penyaluran Jenis BBM tertentu (JBT), BPH Migas telah menerbitkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penggunaan Sistem Teknologi Informasi Dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak, sebagai dasar hukum terkait sistem pendistribusian di tingkat penyalur (SPBU) yang wajib dilakukan oleh Badan Usaha menggunakan Sistem Tertutup Berbasis Teknologi Informasi dan Surat Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 38/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk Melaksanakan Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022 yang menyebutkan, bahwa Badan Usaha Penugasan jenis BBM Tertentu wajib menyiapkan sistem teknologi informasi terpadu yang dapat merekam data konsumen dan volume penyaluran BBM untuk setiap konsumen secara online.
BPH Migas yang memiliki tugas dan fungsi dalam pengawasan dan pengaturan terhadap kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM, sampai dengan titik serah mengharapkan Program Digitalisasi SPBU yang dikembangkan oleh PT. Pertamina (Persero) mampu meningkatkan akuntabilitas penyaluran JBT dan JBKP, sehingga data dan informasi yang diproduksi melalui program ini dapat digunakan sebagai perangkat pengawasan yang handal oleh BPH Migas.
Program ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat pengendali konsumsi JBT, khususnya dalam implementasi pemberlakuan kebijakan pembatasan pembelian kepada sektor pengguna kendaraan transportasi jalan yang mengkonsumsi JBT jenis minyak solar. Selain itu program digitalisasi SPBU, juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
mengetahui tingkat ketersediaan pasokan BBM, sehingga kelangkaan BBM di tingkat penyalur (SPBU) dapat dicegah.
PT. Pertamina (Persero) bekerja sama dengan PT. Telkom Indonesia membangun program digitalisasi SPBU untuk sejumlah 5.518 SPBU yang tersebar di seluruh wilayah NKRI yang dimulai pada 31 Agustus 2018 dengan target awal penyelesaian pada akhir Desember 2018, namun dalam perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan target diantaranya, yaitu :
Target pertama dalam penyelesaian digitalisasi SPBU ditetapkan oleh PT. Pertamina (Persero) pada 31 Desember 2018;
Target pertama tidak tercapai, PT. Pertamina (Persero) menyampaikan perubahan target penyelesaian digitalisasi SPBU menjadi tanggal 28 Juni 2019;
Target kedua kembali tidak tercapai, PT. Pertamina (Persero) kembali menyampaikan perubahan yang ketiga, yaitu penyelesaian target menjadi tanggal 31 Desember 2019;
Target ketiga tidak tercapai lagi, oleh karena itu PT. Pertamina (Persero) menyampaikan perubahan target keempat menjadi 30 Juni 2020;
Target keempat juga tidak tercapai, oleh karena itu PT. Pertamina (Persero) menyampaikan kembali perubahan target kelima menjadi 01 Januari 2021;
Target kelima tersebut diharapkan dapat selesai 100% pada 01 Januari 2021.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dalam kaitannya terhadap pengawasan pelaksanaan program Digitalisasi SPBU yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), Kepala BPH Migas telah beberapa kali melayangkan surat berupa Laporan kepada Ketua Komisi VII DPR-RI, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mengenai progress pelaksanaan Digitalisasi SPBU yang sangat lambat dan tanggapan progress kepada
Direktur Utama PT. Pertamina (Persero), yaitu: Surat nomor: 421/Ka BPH/2020 tanggal 17 Februari 2020 hal Laporan Perkembangan Pelaksanaan Digitalisasi SPBU kepada Ketua Komisi VII DPR-RI; Surat nomor: 422/Ka BPH/2020 tanggal 17 Februari 2020 hal Laporan Perkembangan Pelaksanaan Digitalisasi SPBU kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; Surat nomor: 640/03/Ka/BPH/2020 tanggal 10 Maret 2020 hal Data Digitalisasi SPBU PT. Pertamina (Persero) kepada Direktur Pemasaran Retail PT. Pertamina (Persero);
Surat nomor: 1123/Ka BPH/2020 tanggal 14 Mei 2020 hal Perkembangan Pelaksanaan Program Digitalisasi SPBU oleh PT. Pertamina (Persero) kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara; Surat nomor: 1468/Ka/BPH/2020 tanggal 3 Juli 2020 hal Tanggapan Progress Digitalisasi SPBU PT.
Pertamina (Persero) kepada Direktur Utama PT. Pertamina (Persero);
Surat nomor: 1685/Ka BPH/2020 tanggal 28 Juli 2020 hal Instruksi Pencatatan Nomor Polisi Untuk Transaksi Pembelian JBT dan JBKP oleh setiap Pengelola SPBU PT Pertamina (Persero) kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero);
Surat nomor: PT Pertamina (Persero); 2404/Ka BPH/2020 tanggal 25 September 2020 hal Perbaikan EDC dan Penyelesaian komprehensif Program Digitalisasi SPBU paling lambat akhir Oktober 2020 kepada direktur Utama Surat nomor: 2501/Ka BPH/2020 tanggal 5 Oktober 2020 hal Kepatuhan Pencatatan Nomor Polisi Kendaraan Konsumen JBT & JBKP dan penyampaian laporannya secara rutin kepada Direktur Utama PT
Pertamina Patra Niaga; 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Surat yang disampaikan tersebut merupakan bentuk usaha BPH Migas agar penyelesaian pelaksanaan program digitalisasi SPBU dapat segera diselesaikan sesuai dengan komitmen yang telah disampaikan oleh PT Pertamina (Persero), sehingga hasil dari program digitalisasi SPBU tentunya akan bermanfaat untuk meningkatkan pengaturan dan pengawasan BBM, serta akuntabilitas penyaluran BBM di SPBU.
Status penyelesaian program Digitalisasi SPBU dari target 5.518 SPBU yang terdigitalisasi, pada status per 25 Desember 2020 dapat dirinci perkembangannya sebagai berikut: Sejumlah 5.455 SPBU atau sebesar 98,86% telah terpasang ATG (Automatic Tank Gauge);
Sejumlah 5.422 SPBU atau sebesar 98,26% telah terpasang EDC LinkAja;
Sejumlah 4.658 SPBU atau sebesar 84,41% telah terdigitalisasi dengan status BAST;
1. 2. 3.
Sejumlah 3.821 SPBU atau sebesar 69,25% telah mencatat nomor polisi melalui EDC;
Sejumlah 3.897 SPBU atau sebesar 70,62% telah terdigitalisasi dan memproduksi data yang dapat di akses melalui Dashboard yang dikembangkan oleh PT .Pertamina (Persero), diantaranya berupa data volume penjualan per transaksi, data nilai transaksi penjualan, data transaksi per SPBU; Sejumlah 0 (nol) SPBU (belum terdapat SPBU) yang tersedia perangkat Video Analytic (CCTV) untuk merekam kendaraan dan nomor polisinya secara otomatis. 4. 5. 6.
Penyelesaian dari program digitalisasi SPBU oleh PT Pertamina (Persero) – Telkom menunjukkan, bahwa program ini telah menuju tahap akhir dari penyelesaian target program yaitu sejumlah 5.518 SPBU terdigitalisasi, walaupun masih terdapat poin penting bagi BPH Migas yang belum terpenuhi yaitu terkait belum tersedianya SPBU yang mampu merekam pencatatan transaksi lengkap dengan nomor polisi melalui perangkat video analytic.
Dengan belum tersedianya perangkat video analytic tersebut, maka pencatatan nomor polisi kendaraan pada setiap transaksi dilaksanakan secara manual menggunakan perangkat EDC.
Oleh karena itu BPH Migas mengharapkan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi JBT dan JBKP melalui EDC dilaksanakan oleh seluruh SPBU PT Pertamina. BPH Migas meminta kepada PT Pertamina (Persero) agar membuat suatu ketentuan sanksi kepada SPBU yang tidak melaksanakan pencatatan nomor polisi kendaraan, agar meningkatkan kepatuhan SPBU dalam melaksanakan pencatatan nomor polisi
terhadap setiap transaksi penjualan JBT dan JBKP. Status kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan oleh SPBU pada transaksi penyaluran JBT dan JBKP yang dilaksanakan oleh SPBU rata-rata sebesar 70% dan 10%.
BPH Migas mengharapkan kepatuhan pencatatan nomor polisi kendaraan pada transaksi
penjualan JBT dan JBKP oleh SPBU perlu ditingkatkan lagi sampai mencapai 100% (seluruh transaksi) untuk meningkatkan akuntabilitas terhadap penyaluran JBT dan JBKP.
Hasil dari Program digitalisasi SPBU sangat diharapkan terwujudnya integrasi data transaksi secara lengkap (termasuk data konsumen) di SPBU dengan pusat data, sehingga data transaksi yang diproduksi dari SPBU dapat ditampilkan melalui Dashboard Digitalisasi SPBU yang dapat diakses secara online oleh Pemerintah c.q. BPH Migas dan Kementerian ESDM.
Dashboard digitalisasi SPBU sudah dikembangkan oleh PT Pertamina (Pesero) – PT Telkom Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang tugas dan fungsi BPH Migas dalam rangka pengawasan dan pengaturan BBM.
Terlepas dari kendala yang ada, BPH Migas tetap meminta kepada PT. Pertamina (Persero) untuk memenuhi komitmennya, agar penyelesaian keseluruhan program digitalisasi SPBU sesuai dengan target terakhir yang disampaikan oleh PT Pertamina (Persero). Hal ini dilakukan untuk kepentingan rakyat Indonesia, agar pendistribusian JBT dan JBKP dapat dilaksanakan secara tepat sasaran dan tepat volume.
Rilis yang mengejutkan ini dikomentari Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng bahwa digitalisasi ini tuntutan zaman, mesti terjadi dan dilaksanakan dengan baik, visi dan misinya mesti jelas, terencana dengan baik, capaian terukur, hasil optimal.
“Digitalisasi merupakan salah satu masalah yang sangat di elu-elukan oleh presiden Jokowi, termasuk dalam masa masa kampanye presiden. Sehingga seharusnya memang dipaksakan secara baik,” jelas Daeng kepada Redaksi ENERGYWORLDINDONESIA, Senin 11 Januari 2021.
Ditambahkan Daeng, digitalisasi adalah bagian dari era keterbukaan, transparansi, sehingga seharusnya dari awal program ini harusnya inclusive dan transparan serta melibatkan masyarakat.
“Digitalisasai Pertamina merupakan bagian dari upaya memperkuat rantai Supply pertamina, mengefisiensikan perusahaan, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Termasuk digitalisasi adalah upaya menekan cost, dengan harapan harga produk Pertamina tentu akan lebih terjangkau oleh konsumen pertamina, terutama produk BBM non subsidi,” bebernya.
Namun kata Daeng proyek digitalisai SPBU Pertamina ini tidak sesuai dengan yang direncanakan sehingga gagal mencapai target waktu yang ditentukan. Atas tak tercapai target semua ini penyebabnya tidak diketahui, Pertamina belum menjelaskan masalah ini secara rinci.
“Ada indikasi bahwa digitalisasi ini hanya sekadar sebuah proyek tanpa ada visi yang baik, dan mekanisme pelaksanaan kurang transparan dan kurang terbuka,”jelasnya.
Daeng juga menjelaskan terkait anggaran proyek ini konon katanya didanai oleh Telkom, atau investasi Telkom, sehingga tidak ada dalam laporan keuangan tahunan pertamina. Telkom memungut fee dari transaksi BBM konsumen. Kalau begini maka ini akan jadi beban konsumen.
“Sebaiknya proyek ini didanai oleh Pertamina sendiri karena walaupun sesama BUMN akan ada kendala jika BUMN lain masuk terlalu jauh dalam rantai Supply perusahaan BUMN lain dan akan menimbulkan komplikasi,” pungkasnya. (aendra-ewindo)