Home Ekbiz Mengkritisi Urgensi Omnibus Law Pertambangan, di Tengah-Tengah Pembahasan Revisi Undang-Undang Minerba

Mengkritisi Urgensi Omnibus Law Pertambangan, di Tengah-Tengah Pembahasan Revisi Undang-Undang Minerba

375
0

ENERGYWORLDINDONESIA, EWINDO — Ketergesa-gesaan pemerintah dalam menyusun, membahas, dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau yang lebih populer dengan nama Omnibus Law, masih terus menjadi sorotan  publik.

Hal ini karena, terdapat pasal-pasal yang janggal dan kontradiktif baik dengan konstitusi maupun dengan aturan-aturan sebelumnya, khususnya di sektor pertambangan. Belum lagi jika ditelusuri hingga September tahun lalu, RUU Minerba yang saat ini masih dibahas secara intensif antara pemerintah dan DPR. Omnibus Law dianggap “menyalip” keberadaan RUU Minerba yang membahas persoalan krusial dan strategis ihwal pertambangan di Indonesia.

Persoalan ini dibahas secara terbuka di Jakarta Selasa (25/02/20), dalam forum bertajuk “Adu Cepat RUU Minerba dan Omnibus Law Sektor Pertambangan”. Acara dihadiri oleh pengamat minerba, akademisi, serta pejabat Kementerian ESDM.

Moderator forum, Direktur PUSHEP, Bisman Bhaktiar menyampaikan beberapa poin atas pentingnya perubahan/pergantian terhadap UU Minerba lama (UU 4 2009).
“Mengapa kami menilai penting untuk mengubah atau ganti UU 4 2019, yang pertama, UU Minerba lama tidak implementatif dan terdapat hambatan dalam pelaksanaannya. Kedua perlu penyesuaian dengan putusan MK, dan perlu penyesuaian dengan peraturan dalam UU 23 2014 soal pemerintah daerah, dan pengaturan baru sesuai perkembangan” papar Bisman ketika membuka forum.

Selain itu, forum juga memaparkan pentingnya isu-isu pokok yang sedang digodok dalam RUU Minerba baru. Di antaranya:
1. Redefinisi rumusan wilayah pertambangan.
2. Penyelarasan tumpang tindih kewenangan lintas sektor.
3. Redefinisi peningkatan nilai tambah (pengolahan dan pemurnian).
4. Menyesuaikan kewenangan perizinan dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah
5. Izin pertambangan rakyat dan pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan.
6. Luas wilayah perizinan pertambangan (WIUP).
7. Jangka Waktu IUP/IUPK.
8. Peran dan eksistensi BUMN Pertambangan.
9. Status KK/PKP2B paska berakhirnya kontrak & perubahan menjadi IUPK

Kemunculan draf omnibus law di waktu yang berdekatan menjadi pertanyaan tersendiri karena substansinya dianggap tidak menyentuh akar persoalan. Banyak kepentingan politik dan ekonomi para elit dan pengusaha yang mewarnai proses kelahirannya. Hal ini sejalan dengan argumen yang diberikan Direktur CIRRUS Indonesia, Budi Santoso:

“Omnibus law itu seperti kita ingin buat kapal induk. semua ditumpuk menjadi satu. mengelola dan menjalankan kapal induk. Substansi-substansi pasal omnibus law itu berisi titipan-titipan yang sebenarnya tidak perlu dibawa kapal induk. Apalagi dengan jargon meningkatkan investasi, kepastian hukum dlsb. saya sedih karena jargon dan realitanya tidak nyambung. saya setuju banyak hal yang harus dibenahi. Tapi ketika membuat suatu kebijakan yang dari substansinya salah, dari niatnya salah, dari berpikirnya salah, kita akan diketawakan anak cucu kita kelak,” tegasnya.

Di sisi lain dalam forum ini, Kementerian ESDM siap merangkul semua opini, kritik, dan saran mengenai Omnibus Law, dan mengajak setiap pengamat, akademisi, dan masyarakat untuk mengawal penggodokan omnibus Law.

“Kami (Kementerian ESDM) siap menampung semua opini, kritik, dan saran dari siapa pun, dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal penciptaan omnibus Law. Ya semoga niat tulus kita buat memperbaiki pertambangan di Indonesia bisa tercapai nanti,” ungkap Staf Khusus Menteri ESDM bidang percepatan tata kelola minerba, Prof. Irwandy Arif.

(Fathurrahman Arroisi,  Kontributor EWINDO, bekerja di Business Research and Development, Hijau Energy Holdings)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.