Home EBTKE Godok RUU EBET: Tangki Emisi, Serap Peluang Nilai Ekonomi Karbon

Godok RUU EBET: Tangki Emisi, Serap Peluang Nilai Ekonomi Karbon

184
0
ENERGYWORLD – Pencapaian Indonesia menuju Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat masih dinilai realistis. Ambisi pemerintah pun mendongkrak porsi energi baru terbarukan atau EBT yang diproyeksikan akan sesuai rencana seiring dengan dukungan izin regulasi serta sejumlah insentif pemikat.

Guna menjanjikan kepercayaan para investor energi bersih, pemerintah menginisasi usulan anyar ketentuan nilai ekonomi karbon dalam Daftar Invetaris Masalah (DIM) pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Ide ini dilontarkan oleh pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif kepada Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

“Mengenai (mekanisme) perdagangan karbon pada Pasal 7B yang tadinya tidak ada dalam DIM sebagai usulan baru dari pemerintah,” kata Arifin pada Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Senaya Jakarta, Senin (20/11).

Arifin menjabarkan, apabila kesepakatan telah disepakati oleh pemerintah dan legislatif, badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada kegiatan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan dan/atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.

Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, sambung Arifin, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan <span;>(offset)<span;> emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kami ingin menambahkan kata mekansime perdagangan karbon,” jelasnya.

Pemerintah sendiri menetapkan mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Ketentuan ini akan berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah. “Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon,” jelasnya.

Karpet Merah TKDN

Pengembangan EBET yang masif di masa mendatang juga tengah mengatur penerapan konten lokal atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN). Kendati begitu, langkah itu perlu memastikan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan yang tetap kompetitif, dan menyebarkan sesuai sumber asal energi baru/energi terbarukan.

“Ini adalah tambahan dari kami (pemerintah), mungkin perlu pendalaman lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan,” ungkap Arifin.

Sebelumnya, pada Pasal 24/39 DIM RUU EBET, badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. Produk dan potensi yang dimaksud meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait Energi Baru/Energi Terbarukan.

Dalam rancangan peraturan tersebut, pemerintah juga telah memberikan persyaratan ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvetasi energi baru/energi terbarukan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia lokal. Dalam raker tersebut, turut hadir mewakili unsur pemerintah selain Menteri ESDM adalah perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.  EWINDO

sumber : ESDM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.