Home Ekbiz Mengapa Berkas Korupsi Kondensat 35 Triliun Belum Dilimpahkan Oleh Mabes Polri Ke...

Mengapa Berkas Korupsi Kondensat 35 Triliun Belum Dilimpahkan Oleh Mabes Polri Ke Kejakasan Agung ?

811
1
Honggo Wedratmo tersangka kasus ternyata tidak berada di Singapura.

ENERGYWORLD.CO.ID – Terkait informasi resmi terbaru dari otoritas Singapura yaitu Kementerian Luar Negeri yang diunggah di akun facebook hari sabtu 13 Januari 2018 lama Viva .co.id tentang keberadaan Honggo Wedratmo sebagai tersangka kasus korupsi kondensat ternyata tidak berada di Sinagpore telah membuka tabir baru bahwa terkesan Mabes Polri telah gagal memantau keberadaan tersangka selama ini, padahal selama ini selalu diinformasikan kepublik bahwa Honggo sedang menjalani perawatan kesehatannya, tentu hal ini bisa dianggap antiklimaks dari upaya Mabes Polri membongkar kasus yang sangat fantastis disektor migas.

Padahal awalnya publik telah memberikan apresiasi yang luar biasa kepada kinerja Budi Wiseso sebagai Kabareskrim pada Mei 2015 berhasil mengungkap kasus mega korupsi ini, yang menurut sumber yang sangat layak dipercaya bahwa berkas ini sudah lama juga mengendap di KPK di era Abraham Samad.

Sementara itu publik disajikan informasi bahwa keberadaan Honggo selama ini mengakibatkan beberapa kali tertundanya pelimpahan berkas perkara yang sudah P 21 dari Mabes Polri ke Kejaksaan Agung yang seharusnya pada 8 Januari 2018 sudah tuntas, setelah tertunda 2,5 tahun .

Saya tegas menyesalkan tertundanya pelimpahan berkas kasus korupsi Kondensat di BP Migas dengan nilai kerugian Rp 35 Triliun dari Mabes Polri kepada Kejagung setelah berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung pada tgl 3 januari 2017.

Sehingga akan menjadi aneh kalau alasan Mabes Polri menunda pelimpahan berkas perkara hanya karena menunggu kehadiran sdr Honggo Wedratmo, padahal berkas perkaranya dipisah dengan Raden Priyono dan Djoko Harsono .

Seharusnya segera saja Mabes Polri menyerahkan berkas perkara dengan tersangka yang sudah ada , bahkan ketidak hadiran Honggo Wederatma jangan dijadikan alasan untuk menunda penyerahannya , toh berkas Honggo bisa juga disidangkan dengan “in absentia” yang akan jadi pertimbangan majelis hakim memberatkan hukuman maksimal.

Agar publik tidak mencurigai ada dugaan mengaburkan masalah kasus korupsi ini, sebaiknya Mabes Polri segera saja menyerahkan berkas kasus korupsi dengan tersangka yang ada agar segera disidangkan, mudah mudahan dari fakta persidangan akan terungkap calon tersangka baru ,karena nilai kerugian negaranya sangat fantastis , 10 kali lebih besar dari kasus E KTP.

Sekadar informasi bahwa kasus korupsi kondensat ini berawal “persetujuan untuk memberikan kondensat jatah bagian kepada kilang TPPI tanpa melalui proses tender sebagaimana ditentukan oleh surat keputusan Kepala BP Migas nomor : KPTE – 20 / BP00000/2003- SO tertanggal 15 April 2003, yang menurut Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan saat itu berdasarkan hasil rapat pada tgl 21 Mei 2008 yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah upaya penyelamatan TPPI yang kondisi keuangannya sangat buruk, adapun kebijakan tersebut dengan salah satu syaratnya bahwa hasil olahan kondensat oleh TPPI untuk menyuplai kebutuhan minyak Premium Ron 88 Pertamina sebagai bagian PSO ( public service obligation ).

Akan tetapi anehnya dalam perjalanannya ada muncul syarat lain yang membuka pintu persoalan kondensat menjadi sengkarut kerugian negara mencapai 35 triliun , yaitu dibukanya opsi kepada TPPI boleh menjual produk olahan kondensat kepihak lainnya termasuk ekspor apabila Pertamina tidak membeli sebahagian atau seluruh produk kondensat dari kilang TPPI.

Oleh sebab itu menjadi tugas Majelis Hakim dan Penyidik dari fakta persidangan mengungkap lebih luas kasus ini termasuk irisannya terhadap alasan penolakan Pertamina membeli produk Premium kilang TPPI, karena dalam irisan waktunya di Pertamina dibawah Arie Soemarno muncul kasus import minyak haram “Zatapi ” oleh perusahaan diduga milik Moch Reza Khalid dan import minyak ” Sarir Libya ” berdasarkan ada temuannya oleh audit BPKRI saat itu, termasuk dibentuknya pansus BBM oleh DPR komisi VII dibawah kordinator Dahlan Nizar atas kerugian dialami Pertamina akibat kelebihan pasokan import BBM sehingga harus menyewa beberapa tangker untuk menampung kelebihan pasokan dan adanya dugaan pembayaran konsultan yang dianggap berlebihan diawal Pembetukan ISC Pertamina pada 28 September 2008 oleh Arie Soemarno .

Jakarta 14 Januari 2018

CERI – Yusri Usman.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.